Welcome....

Selamat datang teman-teman. Saya Paulus yang biasa dipanggil PaO. Saya rindu sekali untuk membuat artikel. Disinilah saya menuangkan semua hasil pemikiran. Saya beri judul pada Blog ini, Reflection Results. Ini semua hasil pemikiran, ide, refleksi dari saya sendiri. Apabila ada kata-kata atau kalimat dari orang lain, saya berikan footnote atau resensi tulisan. Saya yakin anda mendapat pelajaran yang baik pada saat anda membacanya. Bila teman-teman sedang ada waktu, boleh sekalian dikasih komentarnya dalam setiap artikel yang dibaca. Bila ada yang tidak setuju juga tidak masalah :D all praise to Jesus! praise for ever!!

Selamat Membaca. Tuhan Yesus Kristus Memberkati.

Penulis : Pdp. Paulus Igunata Sutedjo, M.Th.

Labels

Friday, July 17, 2015

Siapa Korban Perceraian? - 1 Korintus 7:10-11



Fang-Fang adalah seorang anak remaja yang supel, namun memiliki masa lalu yang kelam. Ia adalah salah satu anak korban perceraian. Bila ia bergaul dengan teman-teman sekolahnya, ia suka malu bila mereka sudah berbicara tentang keluarga, karena kedua orang tua Fang-Fang sudah bercerai. Sebagai orang tua acap kali kita egois, kita lupa perasaan anak kita bila sedang bertengkar, apalagi pertengkaran itu berujung dengan perceraian. Kita lupa, bahwa seorang anak sangat membutuhkan kedua orang tuanya semasa pertumbuhannya. 

Ada satu survei yang menghasilkan data, bahwa hampir 40% anak mengaku bahwa mereka berbohong tentang perceraian yang dialami orang tuanya. Kebohongan ini ditunjukkan dengan jawaban "baik-baik saja", ketika ditanyakan tentang perceraian orang tuanya. Alasan mereka berbohong karena mereka takut membuat marah orang tuanya. Menurut survei itu juga, ada 35% anak-anak yang mengaku dipengaruhi oleh salah satu orang tuanya untuk memusuhi pihak lainnya. Parahnya, hanya 8% dari orang tua yang mengakui pernah memengaruhi anaknya. Hasil survei ini tentunya mengecewakan, mengingat besarnya kecenderungan orang tua untuk menganggap remeh dampak perceraian mereka pada anaknya sendiri.

Menurut Pdt. Dr. Paul Gunadi, dampak perceraian yang sering dialami seorang anak adalah, pertama, anak merasa terjepit, karena ia harus memilih salah satu dari orang tuanya. Kedua, anak merasa bersalah, karena ia merasa bahwa dirinya yang menjadi penyebab perceraian orang tuanya. Ketiga, anak cenderung menjadi sangat nakal dan menjadi pembuat onar di lingkungannya. Keempat, anak mudah marah. Kelima, anak kehilangan figur otoritas, yaitu ayahnya. Keenam, anak kehilangan jati dirinya atau identitas sosialnya.

Jadi siapa korban perceraian sebenarnya? Apakah salah satu dari pasangan yang memutuskan untuk bercerai? Tentu tidak! Anak adalah korban perceraian sebenarnya. Kita suka mementingkan ego pribadi dalam suatu pernikahan, itulah sebabnya sering terjadi perceraian dalam pernikahan. Survei membuktikan, bahwa 70% orang yang bercerai mereka sebenarnya masih saling mencintai satu sama lain, masalahnya mereka tidak bisa hidup bersama lagi! Masalah dalam rumah tangga pasti akan selalu ada, bahkan tidak akan pernah berakhir sampai kita meninggalkan dunia! Sudah seharusnya kita menyelesaikan masalah tersebut, bukannya menambah masalah baru dengan perceraian. Bila ada masalah, ada baiknya pasangan suami-istri cepat mencari bantuan pada pihak ketiga, yaitu pendeta atau konselor pernikahan untuk membereskan persoalan mereka.

Ingatlah, firman Tuhan tidak memperbolehkan kita untuk bercerai! Untuk itu kita harus taati dan berusaha untuk menjaga janji nikah suci kita saat di depan altar.



Orang yang menjadikan perceraian sebagai jalan keluar adalah 
orang yang ingin mencari jalan singkat!

No comments: