Welcome....

Selamat datang teman-teman. Saya Paulus yang biasa dipanggil PaO. Saya rindu sekali untuk membuat artikel. Disinilah saya menuangkan semua hasil pemikiran. Saya beri judul pada Blog ini, Reflection Results. Ini semua hasil pemikiran, ide, refleksi dari saya sendiri. Apabila ada kata-kata atau kalimat dari orang lain, saya berikan footnote atau resensi tulisan. Saya yakin anda mendapat pelajaran yang baik pada saat anda membacanya. Bila teman-teman sedang ada waktu, boleh sekalian dikasih komentarnya dalam setiap artikel yang dibaca. Bila ada yang tidak setuju juga tidak masalah :D all praise to Jesus! praise for ever!!

Selamat Membaca. Tuhan Yesus Kristus Memberkati.

Penulis : Pdp. Paulus Igunata Sutedjo, M.Th.

Labels

Wednesday, March 26, 2014

Pacaran Setelah Menikah - Efesus 5:25 & 33

Tedjo dan Tini adalah sepasang kekasih yang sudah lama berpacaran. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menikah. Mereka berjanji untuk setia sampai tua, seperti yang biasa diucapkan pada janji pernikahan. Luar biasanya, kehidupan pernikahan mereka tidak hanya sekadar sebuah ucapan janji nikah saja, tetapi mereka menjalaninya dengan setia hingga menjadi teladan bagi banyak orang. Tedjo dan Tini berjemaat dalam sebuah gereja kecil di daerah yang cukup terkenal. Di usianya yang sudah tua, tidak jarang mereka bergandengan tangan menunjukkan kemesraan, sekali pun di dalam gereja. Walaupun sudah tua, mereka tetap menjadi teladan bagi anak-cucu mereka, bahkan saudara-saudara seiman lainnya. Roni dan Rini adalah contoh yang lain. Kehidupan pernikahan mereka juga menjadi teladan bagi anak-anak dan keponakan-keponakan mereka. Usia mereka juga sudah tua, tetapi tetap saja sesekali Roni memberi kejutan kepada istrinya. Suatu hari, Roni memberi kejutan jalan-jalan ke luar negeri kepada istrinya. Dia menyiapkan segala-galanya begitu rupa sehingga anak-anaknya pun tidak diberi tahu akan rencana ini. Beberapa jam sebelum keberangkatan, Roni mempersembahkan kejutan itu kepada istrinya. Sontak, istrinya sangat kaget mendengar hal itu. Dengan senang hati, Rini mengikuti rencana Roni. Seorang pendeta dan istrinya yang juga seorang pendeta, juga memberi teladan yang baik dalam hal pernikahan. Rumah tangga mereka tidak sempurna, pasti ada saja masalah yang terjadi. Usia pernikahan mereka sudah lebih dari 27 tahun, namun kemesraan di antara mereka berdua tidak pernah reda. Pak pendeta ini pun tidak jarang mencium istrinya di depan jemaat dalam acara-acara tertentu.

Apa yang menjadi rahasia pernikahan mereka sehingga semua dapat berjalan langgeng selama puluhan tahun? Jawabannya sangat sederhana! Mereka tetap berpacaran, sekali pun sudah menikah. Tedjo dan Tini tetap bergandengan tangan menunjukkan kemesraan sekali pun usia mereka sudah tua, Roni sering memberi kejutan-kejutan kepada istrinya, sekali pun usia mereka juga sudah tua dan pak pendeta juga tidak jarang melancarkan ciuman kepada istrinya, sekali pun usia mereka sudah tua. Hal yang mereka lakukan sebelum menikah, tetap mereka lakukan setelah menikah. Ya! Mereka tetap berpacaran setelah menikah, itulah rahasianya. Banyak orang tidak pernah melakukan lagi di kehidupan pernikahannya, hal-hal yang pernah mereka lakukan saat mereka masih berpacaran. Mungkin mereka berpikir bahwa pacaran hanya dilakukan untuk masa sebelum menikah saja. 

Salah satu bentuk mengasihi pasangan kita adalah dengan menyatakan kasih kita lewat perkataan dan tindakan nyata seumur hidup. Pacaran seharusnya dilakukan seumur hidup dengan pasangan kita bukan hanya sebelum pernikahan saja, tetapi juga harus dilakukan setelah menikah.


Berpacaran sebelum menikah adalah hal yang biasa, 
tetap berpacaran setelah menikah adalah hal yang luar biasa!



Sumber: 
1. Wisdom Of God.
2. Renungan Harian Manna Sorgawi Selasa, 21 Januari 2014.

Thursday, March 6, 2014

Mempersembahkan Remah-Remah - Maleakhi 1:6-8



Feli adalah seorang pegawai swasta, sekaligus  pelayan Tuhan. Ia bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan yang baik. Ternyata memang kinerjanya sangat baik, sehingga atasannya mempromosikan Feli naik jabatan. Jabatan naik, penghasilannya pun naik. Namun ada harga yang harus dibayar. Hampir setiap hari ia harus bekerja lembur. Akhirnya, ia tidak bisa pelayanan di gereja lagi, padahal dia adalah salah satu pemusik gereja. Pemusik gereja harus latihan sebelum ibadah hari Minggu. Biasanya latihan diadakan di hari biasa, namun karena tuntutan jabatan dan pekerjaannya, Feli tidak bisa ikut latihan musik seperti dulu lagi. Sehingga Feli tidak bisa pelayanan di hari minggu. Sekalipun terkadang Feli ikut pelayanan, itu pun karena ia dapat pulang lebih awal dari pekerjaannya.
     
Dalam cerita yang lain, ada seorang yang bernama Tono. Ia adalah seorang hamba Tuhan dalam sebuah gereja. Tono selalu berpikir realistis. Bahkan dalam memberi persembahan persepuluhan di gerejanya saja juga realistis. Bila ia merasa penghasilannya tidak cukup untuk memberikan persembahan persepuluhan, maka ia tidak akan memberikannya! Jadi Tono akan memberikan persembahan persepuluhan bila ada penghasilan lebih.

Tono memiliki seorang teman yang bernama Lusi. Perilakunya pun mirip dengan Tono. Lusi jarang mempersiapkan uang kolekte di rumah untuk persembahan di gerejanya. Jadi, pada saat kolekte diedarkan, baru kemudian Lusi mengambil uang di dompetnya. Ia selalu mengambil seadanya saja dan memilih nominal yang paling kecil di dalam dompetnya. Bila di dompetnya hanya ada uang seribu rupiah dan lima ribu rupiah, tentu yang dipilih adalah seribu rupiah, sekalipun uang seribu rupiahnya sudah lusuh!

Feli, Tono, dan Lusi hanya mempersembahkan "remah-remah" atau sisa dari yang mereka miliki untuk Tuhan. Seharusnya, Feli dapat membagi waktu antara pelayanan dan pekerjaan, sehingga tidak memberikan waktu sisa untuk Tuhan dalam bentuk pelayanan. Tono seharusnya dapat menyisihkan terlebih dahulu untuk persembahan persepuluhan pada saat ia mendapatkan penghasilan bulanannya, bukan malah menyisakannya. Lusi sudah seharusnya mempersiapkan kolekte dari rumah, bahkan ia dapat menyiapkan persembahan kolekte tersebut setelah ia mendapatkan penghasilan bulanan.

Tanpa disadari, terkadang kita suka memberi "remah-remah" kepada Tuhan. Baik dalam tenaga, waktu, dan materi. Sama seperti para imam di zaman Maleakhi, yang mempersembahkan binatang buta, timpang dan sakit. Tuhan menyebut hal ini sebagai kejahatan! "Remah-remah" bukan saja tidak cukup dalam pandangan Tuhan, tetapi dipandang jahat! Untuk itu, mari kita mempersembahkan dengan persembahan yang terbaik untuk Tuhan. Bukan sekadar memberi saja, tetapi mempersembahkan dengan kasih.

Mempersembahkan "remah-remah" untuk Tuhan 
sama saja dengan memberi makanan sisa untuk hewan piaraan kita.