Welcome....

Selamat datang teman-teman. Saya Paulus yang biasa dipanggil PaO. Saya rindu sekali untuk membuat artikel. Disinilah saya menuangkan semua hasil pemikiran. Saya beri judul pada Blog ini, Reflection Results. Ini semua hasil pemikiran, ide, refleksi dari saya sendiri. Apabila ada kata-kata atau kalimat dari orang lain, saya berikan footnote atau resensi tulisan. Saya yakin anda mendapat pelajaran yang baik pada saat anda membacanya. Bila teman-teman sedang ada waktu, boleh sekalian dikasih komentarnya dalam setiap artikel yang dibaca. Bila ada yang tidak setuju juga tidak masalah :D all praise to Jesus! praise for ever!!

Selamat Membaca. Tuhan Yesus Kristus Memberkati.

Penulis : Pdp. Paulus Igunata Sutedjo, M.Th.

Labels

Thursday, October 13, 2016

Belajar dari Rasul Yohanes 5: Nelayan Yang Mau Belajar - Kisah Para Rasul 4:1-13

Ayat yang sudah kita baca menceritakan tentang Petrus dan Yohanes yang sedang disidang oleh Imam Besar Hanas dan Kayafas, Yohanes dan Aleksander dan semua orang lain yang termasuk keturunan Imam Besar. Mereka disidang bukan karena perbuatan jahat, tetapi karena mengajar banyak orang tentang Yesus. Dengan berani, mereka mengajar bahwa keselamatan hanya di dalam nama  Yesus Kristus. Keberanian itu membuat petinggi-petinggi orang Yahudi heran, karena Petrus dan Yohanes bukan orang-orang yang mengenyam pendidikan formal. Mereka hanya orang biasa, yang tidak terpelajar. Bahkan pekerjaan mereka adalah nelayan! Apakah dengan itu berarti mereka sama sekali tidak belajar? Di ayat 13 dikatakan, bahwa mereka dikenal sebagai pengikut Yesus. 

Yesus adalah guru bagi mereka dan mereka belajar langsung dari Yesus. Mereka mendapat pendidikan nonformal dari Yesus. Pendidikan dan pengalamannya bersama Yesus, membuat mereka menjadi semakin berani daripada sebelumnya. Mereka lebih percaya diri, karena mereka sudah mendapatkan pengetahuan. Mereka bukan pengusaha yang memiliki banyak uang, tetapi mereka tetap mau belajar. Alhasil, mereka dikenal sebagai pengikut Yesus! Banyak orang bertobat karena pengajaran mereka. Pelayanan Yohanes menjadi luar biasa karena ia mau belajar. Orang yang mau belajar pasti akan banyak mendapat pengetahuan. Pengetahuan yang didapat adalah modal untuk menjalani kehidupan. Belajar bisa ditempuh dengan jalur formal, nonformal dan informal. Jalur formal adalah pendidikan yang resmi dan diakui oleh negara, khususnya oleh Departemen Pendidikan. Jalur nonformal adalah jalur yang ditempuh untuk mendapatkan pendidikan tetapi tidak memiliki ijazah yang diakui pemerintah seperti kursus, les privat, dll. Sedangkan jalur informal adalah pendidikan yang kita dapatkan dari keluarga dan lingkungan. Jadi sebenarnya banyak cara untuk belajar!

Masalahnya, masih banyak orang yang tidak mau belajar karena terlalu banyak alasan. Yang paling sering saya dengar adalah masalah dana. Karena belajar pasti membutuhkan dana, setidaknya untuk beli buku. Saya pun pernah mengalaminya. Saat saya ingin kuliah teologi, tetapi tidak memiliki uang yang cukup untuk kuliah. Namun saya diyakinkan oleh orang-orang sekitar termasuk orangtua, akhirnya saya mengambil keputusan untuk kuliah  teologi dengan cara bekerja dari pagi sampai sore, lalu kuliah dari sore sampai malam hari. Tentunya sangat lelah karena tenaga terkuras banyak saat bekerja, sehingga terkadang saya mengantuk saat kuliah. Terkadang saya merasa tidak rela membayar cicilan kuliah, karena saya sudah bekerja keras namun tidak bisa dinikmati secara langsung. Tapi Tuhan selalu memberi saya kekuatan, terutama pada saat saya sedang lemah. Sehingga akhirnya saya berhasil lulus di tahun 2012! Terlalu banyak cara untuk belajar, masalahnya adalah apakah kita mau berkorban demi mendapatkan pendidikan?  



Sedikit belajar, sedikit pengetahuan, menjadi sok tahu;

Banyak belajar, banyak pengetahuan, memberi solusi!

Monday, July 4, 2016

When the prayer was not answered

Apa yang Anda lakukan jika doa tidak dijawab?

Apakah Anda masih tetap taat dengan perintah-Nya? Apakah Anda tetap berusaha hidup benar? Apakah Anda tetap rajin ke gereja? Apakah Anda marah dengan Tuhan?

Diakui atau tidak, kebanyakan orang lebih memilih kecewa jika hal itu terjadi di dalam hidupnya. Terlebih lagi jika doa yang dipanjatkan sudah tertelan oleh waktu yang sangat lama. 

Zakharia dan Elisabet berdoa minta seorang anak yang akhirnya memang Tuhan kabulkan doa tersebut (Luk. 1:13). Jika kita membacanya rasanya menarik sekali, seperti layaknya kesaksian orang Kristen pada umumnya, yang telah berdoa dalam jangka waktu yang lama pada akhirnya Tuhan membuat mujizat ke dalam kehidupan mereka. Terlebih lagi jika kita sadar, bahwa Elisabet bukan hanya sekadar belum punya anak tetapi ia mandul dan suami istri ini telah lanjut usianya (Luk. 1:7). 

Untuk itu jangan lihat akhir ceritanya tetapi proses ceritanya! Bagaimana mereka harus menghadapi penderitaan itu sebelum doanya dikabulkan oleh Tuhan.

Zakharia adalah seorang imam, sementara Elisabet adalah seorang keturunan Harun (Luk. 1:5). Di lihat dari sisi mana pun mereka memang keturunan orang beriman! (ini bahasa saya). Mereka bukan orang awam! 

Bayangkan jika hal ini terjadi dalam hidup Anda! Anda adalah seorang hamba Tuhan dan juga keturunan hamba Tuhan yang terkenal, tetapi Anda atau istri Anda mandul. Tentu kita akan bertemu dengan banyak cibiran dari orang-orang di sekitar. Mungkin tetangga ada yang bergosip tentang kehidupan kita dengan berkata, "katanya pendeta, hamba Tuhan, lalu pelayanan setiap minggu, tetapi mandul! Bagaimana bisa mendoakan jemaatnya sendiri atau orang lain?" Bahkan dalam tingkat yang lebih para kemungkinan ada yang berkata, "sudah pelayanan bertahun-tahun tetapi tidak bisa punya anak, jangan-jangan banyak dosa tuh! Dikutuk Tuhan kali tuh!"

Apa yang Anda rasakan jika saudara di posisi seperti ini?

Mungkin Anda bukan seorang pendeta atau keturunan pendeta terkenal, mungkin Anda hanya seorang pengikut Kristus yang rajin ke gereja, namun sedang berdoa kepada Tuhan tentang suatu hal. Mungkin Anda berdoa dan bergumul tentang kenaikan jabatan (promosi), pemulihan dalam keluarga, meminta seorang bayi, pasangan hidup, pemulihan ekonomi keluarga, mendapatkan pekerjaan yang layak, mendapatkan nilai yang baik, memulai usaha yang baru, dll. Tetapi doa itu terasa hampa karena mujizat tidak kunjung datang. Anda sudah bertahun-tahun berharap kepada Tuhan, namun Anda merasa Tuhan seakan-akan sedang tidur dan melupakan Anda. Sampai satu titik akhirnya Anda bertemu dengan titik kekecewaan dan rasanya sudah malas berharap lagi kepada Tuhan Yesus Kristus.

Apakah kekecewaan tetap menjadi pilihan Anda? 


Kembali ke Zakharia dan Elisabet. Ada satu ayat yang menjelaskan keseluruhan hidup Zakharia dan Elisabet, ketika Tuhan belum menjawab doa mereka. Ayat itu ada dalam Lukas 1:6.

Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat.

Bayangkan! Mereka tetap hidup benar, bahkan tetap menjalankan perintah Tuhan dengan tidak bercacat! Luar biasa bukan?! Sekalipun doa mereka belum dijawab oleh Tuhan, mereka tetap mau menyenangkan hati Tuhan dengan cara hidup benar! Mereka tidak mengeluh, mereka tidak kecewa, mereka tetap pelayanan, mereka tetap beribadah, mereka tetap berkomunitas, mereka tetap HIDUP, bahkan mereka tidak bercacat (tidak ada cela) dalam menjalankan ketetapan Tuhan!

Alkitab tidak menjabarkan secara jelas, mengapa mereka tetap berusaha hidup benar sekalipun doa belum dijawab oleh Tuhan. Namun yang pasti, jika kita tetap berharap kepada Tuhan Yesus Kristus, kita akan sadar bahwa sekalipun doa-doa kita tidak dijawab oleh Tuhan sampai kita mati, keselamatan tetap menjadi milik kita and this is worth it!

Untuk itu jangan bertingkah seperti kebanyakan orang yang berusaha hidup benar atau taat kepada Tuhan, hanya jika Tuhan mengabulkan doa. Belajarlah untuk hidup bertanggung jawab, di mana kita sebagai orang percaya harus tetap berusaha hidup benar, sekalipun Tuhan BELUM, atau bahkan TIDAK PERNAH menjawab doa-doa kita! Inilah sikap Kristen atau pengikut Kristus sejati!

Tetap semangat, Tuhan Yesus Kristus memberkati!

#allpraise2JCpraise4ever

Tuesday, June 21, 2016

Keadaan Yudas bikin iri?

Banyak orang mengeluh karena tidak punya guru, mentor, gembala, pemimpin, atau pendeta yang hebat, alhasil pemimpin di gerejanya sendiri diomongin!

Juga ada yang mengeluh karena tidak dipilih menjadi fulltimer, padahal sudah berbulan-bulan dan bertahun-tahun aktif melayani, alhasil kecewa!

Ada juga yang mengeluh karena merasa tidak memiliki komunitas yang saling membangun, sehingga tidak jarang pindah-pindah gereja.

Di sisi lain ada yang mengeluh karena tidak pernah merasakan mujizat, sementara saudara seiman yang lain tidak bosan-bosannya kesaksian tentang sesuatu yang "baru".

Pertanyaannya, apakah menjadi orang Kristen atau menjadi orang percaya itu harus mempunyai pemimpin yang hebat? Punya komunitas yang membangun? Harus menjadi fulltimer? Harus merasakan mujizat setiap saat?

Jika jawabannya "iya", apakah hal itu menjamin kesetiaan kita dalam mengikuti Yesus? Jika Tuhan memberi guru atau pemimpin yang hebat, apakah kita sudah pasti setia? Jika Tuhan memberi komunitas yang membangun, apakah kita sudah pasti setia? Jika Tuhan memilih kita untuk menjadi fulltimer dan terus-menerus memberi mujizat, sudah pasti setia?

btw, dalam hal di atas, keadaan Yudas benar-benar bikin iri loh!

Yudas Iskariot belajar tentang kebenaran firman Tuhan dari guru yang terhebat bernama Yesus Kristus; dipilih menjadi salah satu dari 12 rasul; bertumbuh dalam komunitas yang membangun di antara para rasul lainnya; melihat dan merasakan mujizat yang Yesus lakukan.

Namun sayang... 
dalam Markus 3:19 ditulis bahwa, "Yudas Iskariot, yang mengkhianati Dia."

Ironis sekali, salah satu dari 12 murid terdekat Yesus pada akhirnya menjadi pengkhianat! Padahal "keadaan" sudah mendukung dia untuk menjadi pengikut Yesus yang setia. Kurang apa sih Yudas?

Jadi, "keadaan" yang baik bukanlah jaminan utama untuk menjadi pribadi yang setia! Karena masalah utamanya adalah diri kita sendiri. Kesetiaan kita kepada Tuhan jangan "ditopang" dengan keadaan sekitar! Tetapi ditopang dengan hati kita. 

Percuma kita punya guru atau pendeta yang hebat; dipilih menjadi pelayan Tuhan atau fulltimer; memiliki komunitas yang membangun; mendapat hujan mujizat; jika tidak ada perubahan hidup! 

Berubahlah menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya, sehingga kita menjadi pribadi yang setia dan tidak menjadi "Yudas kedua". 

So the conclusion is...
Belajarlah untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa dengan cara bersyukur dengan keadaan yang ada. Jika ingin membuat perubahan besar, mulailah dengan perubahan kecil melalui diri kita sendiri terlebih dahulu.

Jbu




Hasil perenungan jam 3 pagi di ruang kerja :D

Friday, November 13, 2015

Belajar dari Rasul Yohanes 4: Consistent & Persistent - Matius 26:56; Yohanes 19:26-27



Semua murid Yesus melarikan diri saat Yesus ditangkap di Getsemani. Ironis sekali, saat gurunya mengalami masalah, murid-muridNya lari meninggalkanNya termasuk Yohanes. Tetapi apakah Yohanes terus menerus lari meninggalkan Yesus sampai akhir hidupNya? Bila kita baca lebih teliti, Alkitab mencatat bahwa ternyata Yohanes tetap mendampingi Yesus sampai Ia meninggal di kayu salib. Sekalipun tidak ada kata-kata secara langsung dalam Injil Yohanes 19:26-27, bahwa murid yang dikasihi Yesus adalah Yohanes, namun menurut tradisi yang dimaksud Yesus saat itu adalah Yohanes. Kepada dialah Maria dipercayakan oleh Yesus menjelang ajalNya. Berarti Yohanes tetap mendampingi gurunya sampai akhir hidupNya. Hal ini membuktikan, bahwa Yohanes adalah murid yang setia. Ia telah menjalin hubungan yang baik dengan Yesus, gurunya, sampai akhir kehidupanNya di bumi.

Kata kesetiaan dalam bahasa ibrani adalah 'ĕmûnâh yang berarti kokoh, tidak tergoyahkan, dan tidak berubah. Ciri-ciri orang seperti ini adalah orang yang consistent dan persistent. Dalam menjalin hubungan dengan Tuhan, kita harus consistent. Artinya, selalu mengutamakan Tuhan di dalam kehidupan sekalipun masalah menerpa hidup kita. Salah satu cara supaya kita tetap menjaga kekonsistenan hubungan dengan Tuhan adalah membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Kata "setiap hari" membuat kesan jenuh, karena kita harus melakukan hal tersebut berulang-ulang di tiap harinya. Namun kita harus ingat, bahwa selain kebutuhan jasmani, kita juga harus memenuhi kebutuhan rohani. Melalui cara ini kita akan semakin mengenal Tuhan. Seperti yang dilakukan Dodi. Setiap hari senin, Dodi pergi ke kantor lebih awal untuk merenungkan kembali firman Tuhan yang telah ia terima hari Minggu kemarin. Dengan cara seperti ini, kerohanian Dodi semakin kuat. Ia semakin mengenal Tuhan. Sehingga saat ia menghadapi masalah, Dodi tidak langsung menyerah tetapi langsung berserah kepada Tuhan!      

Selain itu, kita juga harus persistent. Artinya, kita harus gigih menjaga kekonsistenan hubungan dengan Tuhan sampai akhir! Jadi tidak setengah-setengah dalam menjalin hubungan dengan Tuhan. Seperti yang ditulis dalam kitab Wahyu 2:10b, bahwa orang yang setia sampai mati akan dikaruniakan mahkota kehidupan. Agar kita dapat setia sampai mati, kita jangan hanya sekadar membaca dan merenungkan firman Tuhan saja, namun kita juga harus melakukan firman Tuhan itu di dalam kehidupan sehari-hari! Dibutuhkan kegigihan yang stabil untuk dapat menjalin hubungan dengan Tuhan sampai akhir kehidupan kita di bumi. Seperti yang dilakukan Rasul Paulus. Ia berhasil mencapai garis finish kehidupan dengan menjaga hubungannya dengan Tuhan. Kesetiaan diuji oleh waktu, untuk itu marilah kita consistent dan persistent dalam menjalin hubungan dengan Tuhan di kehidupan kita.


Kesetiaan tidak bisa dibuktikan lewat ucapan, 
tetapi dapat dibuktikan lewat waktu.

Tuesday, November 10, 2015

Belajar dari Rasul Yohanes 3: Yohanes VS Orang-Orang Samaria - Lukas 6:27; 9:51-54; Kisah Para Rasul 8:14-15, 25



Kemarin kita belajar tentang kearoganan Yohanes. Salah satunya adalah sikap Yohanes terhadap orang-orang Samaria. Ketika orang-orang Samaria tidak mau menerima Yesus di suatu desa orang Samaria, Yohanes dan saudaranya ingin membinasakan mereka! Sampai akhirnya Yesus menegurnya dan mereka pergi ke desa yang lain. Jelas sekali ketidaksukaan Yohanes terhadap orang-orang Samaria dalam kisah itu. Yohanes adalah putera Zebedeus dan ia seorang nelayan Galilea, berarti sangat mungkin Yohanes adalah orang Yahudi. Saat itu orang Yahudi dan orang Samaria saling memusuhi. Sekalipun Yohanes sudah mendapatkan pengajaran tentang mengasihi musuh oleh Yesus, nampaknya ia masih kesulitan untuk menerapkan pengajaran tersebut di dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari sikapnya yang ingin membinasakan orang-orang Samaria, saat mereka menolak Yesus yang notabene adalah orang Yahudi.

Namun perubahan secara radikal terjadi dalam diri Yohanes setelah Yesus terangkat ke Sorga! Dalam Kisah Para Rasul 8 dicatat, bahwa ketika Yohanes dan Petrus diutus ke tanah Samaria, mereka berdoa supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Bahkan setelah itu, dalam kepulangannya ke Yerusalem, mereka menyempatkan untuk memberitakan Injil dalam kampung-kampung di Samaria. Berarti Yohanes juga memiliki kerinduan yang mendalam supaya orang-orang Samaria banyak yang bertobat dan menerima injil. Yohanes sudah menerapkan pengajaran Yesus tentang mengasihi musuh. 

Mengasihi musuh adalah hal yang sangat sulit. Tentu harus melewati proses yang sangat panjang. Yohanes pun juga melewati proses, sampai akhirnya ia berhasil mengasihi musuhnya. Musuh adalah lawan atau orang yang bertengkar dengan kita. Jadi sangat mungkin musuh itu adalah orang yang paling dekat dengan kita. Mungkin musuh itu adalah suami, istri, anak, mantu, mertua atau bisa jadi orangtua kita sendiri. Karena saat kita berelasi dengan seseorang, kemungkinan besar kita akan mengalami konflik, sehingga hal tersebut membuat kita bertengkar dengan orang tersebut. Masalahnya adalah, apakah kita tetap mampu mengasihi musuh atau lawan kita?

Suatu hari seorang hamba Tuhan menuding langsung kepada Tono yang lagi duduk di bangku jemaat dari depan mimbar. Ia mengatakan bahwa kinerja pelayanan Tono tidak baik. Saat itu banyak jemaat yang mendengarkannya. Tono tidak bisa mengasihi hamba Tuhan tersebut, karena bagi Tono hamba Tuhan itu adalah musuhnya. Namun dengan dukungan dari rekan-rekan sepelayanan, akhirnya Tono pun dapat belajar untuk mengasihi musuhnya itu, sampai akhirnya ia dapat mengampuni. Seperti kata Alfred Plummer, "Membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis; membalas kebaikan dengan kebaikan adalah tabiat manusiawi; membalas kejahatan dengan kebaikan adalah tabiat ilahi." 


Kebaikan dibalas kebaikan adalah hal yang biasa. 
Kejahatan dibalas kebaikan adalah kemenangan terbesar!