Welcome....

Selamat datang teman-teman. Saya Paulus yang biasa dipanggil PaO. Saya rindu sekali untuk membuat artikel. Disinilah saya menuangkan semua hasil pemikiran. Saya beri judul pada Blog ini, Reflection Results. Ini semua hasil pemikiran, ide, refleksi dari saya sendiri. Apabila ada kata-kata atau kalimat dari orang lain, saya berikan footnote atau resensi tulisan. Saya yakin anda mendapat pelajaran yang baik pada saat anda membacanya. Bila teman-teman sedang ada waktu, boleh sekalian dikasih komentarnya dalam setiap artikel yang dibaca. Bila ada yang tidak setuju juga tidak masalah :D all praise to Jesus! praise for ever!!

Selamat Membaca. Tuhan Yesus Kristus Memberkati.

Penulis : Pdp. Paulus Igunata Sutedjo, M.Th.

Labels

Tuesday, April 30, 2013

Gluttony - Keluaran 16:11-20


Gluttony berasal dari bahasa latin, yaitu gluttire. Yang berarti mekonsumsi makanan dengan berlebihan  sehingga makanan tersebut tidak habis dan akhirnya dibuang. Pandangan ini adalah salah satu dari tujuh dosa mematikan, yang merupakan bagian dari etika Kristen tentang makanan. Istilah sehari-hari yang sering dipakai adalah kerakusan. Orang yang rakus cenderung egois, karena dia akan berusaha untuk mendapatkan makanan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan orang lain, dan hanya dirinya sendiri yang dipuaskan dari makanan tersebut. Bahkan tidak jarang dia membuang makanan karena terlalu berlebihan.

Kelihatannya kerakusan adalah dosa yang sering diabaikan oleh orang Kristen. Sering kali kita mengatakan bahwa orang yang merokok dan memakai obat-obatan terlarang tidak baik, karena akan merusak kesehatan, sehingga kita menghakimi orang-orang yang mekonsumsinya. Tetapi karena alasan tertentu, kerakusan sering kali lebih ditolerir atau dimaklumkan karena suatu alasan tertentu. Kalo kita renungkan, umat Kristen adalah umat yang selalu makan setiap kali ada acara ataupun perayaan. Baik itu ulang tahun Gereja, perayaan Paskah, perayaan Natal, baptisan air, pemakaman, kelahiran anak baru, dll. Pasti ada saja makanan yang disediakan. Penelitian di Purdue University menemukan bahwa orang-orang agamawi lebih mungkin mengalami kelebihan berat badan dibanding orang-orang yang tidak bersifat agamawi. Hal ini membuktikan bahwa orang Kristen mungkin tidak bermasalah untuk tidak merokok, tidak membunuh, tidak mencuri, tidak selingkuh dan tidak meminum minuman keras, tetapi orang Kristen bermasalah dengan kerakusan makanan.

Pada saat bangsa Israel membutuhkan makanan, Tuhan memberinya burung puyuh dan manna. Tuhan memberi perintah untuk memungut manna itu di pagi hari, menurut keperluannya masing-masing. Setiap orang boleh mengambil segomer (takaran untuk benda padat setara dengan dua liter), serta tidak boleh mengambil lebih untuk keesokan hari. Dan sebagian besar bangsa Israel mentaati perintahNya. Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan. Karena tiap-tiap orang mengambil menurut keperluannya. Tetapi ada yang mentaati perintah Tuhan, sehingga manna itu menjadi berulat dan berbau busuk. Firman Tuhan mengajarkan kepada kita, supaya dalam menyiapkan atau memasak makanan jangan sampai berlebihan, bahkan sampai dibuang lebihnya. Hal ini memberi peringatan kepada kita untuk dapat mengucap syukur atas setiap makanan yang dapat kita makan setiap hari dan peringatan untuk dapat menguasai diri terhadap makanan. Tidak ada yang salah dengan makanan, toh pada saat Yesus di dunia juga suka makan sampai dikatai seorang pelahap (Mat 11:19). Hal itu menjadi salah pada saat kita makan terlalu berlebihan, sehingga sisanya sampai dibuang dengan percuma.

Seseorang yang berhasil mengontrol nafsu makannya, berarti dia juga berhasil mengontrol dirinya.

Friday, April 26, 2013

Persepuluhan yang berdasarkan Alkitab



Siapa yang harus memberikan persepuluhan?

Kej 14:18-20. Abram memberikan sepersepuluh dari hasil perang ke Imam Melkisedek
Kej 28:22. Yakub memberikan sepersepuluh dari seluruh hasil kerjanya.

Menurut ayat diatas, yang harus memberikan persembahan persepuluhan adalah orang-orang yang sudah bekerja seperti Abram, Yakub. Dengan kata lain, kita semua yang sudah bisa mencari uang. Kita memberikan sepersepuluh dari hasil jerih payah kita.

Walaupun kita mungkin masih SMP atau SMA, tetapi kalo sudah bisa dagang dan mencari uang sendiri, tetap berkewajiban untuk mengembalikan persepuluhan yang memang milik Tuhan. Tetapi dari hasil dagang bukan hasil uang jajan. Karena anak yang mendapatkan uang jajan tidak berusaha dengan bekerja untuk mendapatkannya. Tetapi diberikan dengan cuma-cuma dari orang tua. Namun, bila anak yang mendapatkan uang jajan lalu ingin memberikan, tidak ada yang salah. Justru bagus, karena sudah belajar dari usianya yang masih dini. Tentu namanya bukan persembahan persepuluhan tetapi persembahan ucapan syukur. Karena anak itu tidak berjerih payah untuk mendapatkan uang jajan tersebut.



Hak siapa persepuluhan itu?

1. HAK UTAMA - Kej 14:18-20
Dalam ayat ini, dituliskan bahwa Abram memberikan persepuluhan kepada Melkisedek. Pertanyaannya sekarang adalah siapa Melkisedek? Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Melkisedek adalah raja Salem dan sekaligus seorang imam Allah Yang Mahatinggi. Belum begitu jelas siapa Melkisedek itu sebenarnya dalam ayat ini. Untuk itulah kita harus menggali lebih dalam lagi lewat kitab-kitab lain yang menerangkan tentang Melkisedek, khususnya dalam kitab Ibrani 7:1-10

Heb 7:1  Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi; ia pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari mengalahkan raja-raja, dan memberkati dia.
Heb 7:2  Kepadanyapun Abraham memberikan sepersepuluh dari semuanya. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga raja Salem, yaitu raja damai sejahtera.
Heb 7:3  Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya.
Heb 7:4  Camkanlah betapa besarnya orang itu, yang kepadanya Abraham, bapa leluhur kita, memberikan sepersepuluh dari segala rampasan yang paling baik.
Heb 7:5  Dan mereka dari anak-anak Lewi, yang menerima jabatan imam, mendapat tugas, menurut hukum Taurat, untuk memungut persepuluhan dari umat Israel, yaitu dari saudara-saudara mereka, sekalipun mereka ini juga adalah keturunan Abraham.
Heb 7:6  Tetapi Melkisedek, yang bukan keturunan mereka, memungut persepuluhan dari Abraham dan memberkati dia, walaupun ia adalah pemilik janji.
Heb 7:7  Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi.
Heb 7:8  Dan di sini manusia-manusia fana menerima persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia diberi kesaksian, bahwa Ia hidup.
Heb 7:9  Maka dapatlah dikatakan, bahwa dengan perantaraan Abraham dipungut juga persepuluhan dari Lewi, yang berhak menerima persepuluhan,
Heb 7:10  sebab ia masih berada dalam tubuh bapa leluhurnya, ketika Melkisedek menyongsong bapa leluhurnya itu.

Sangat menarik, ternyata dalam Alkitab Edisi Studi juga dijelaskan bahwa kitab Kejadian tidak menyebut-nyebut kematian Melkisedek, sehingga sejumlah rabi Yahudi menganggapnya tidak pernah mati. Dalam bahasa Ibrani nama Melkisedek berarti “raja keadilan” dan Salem, tempat asalnya, yang berarti “damai”. Menurut penulis surat Ibrani, dua hal itu selaras dengan apa yang sudah diperbuat oleh Kristus yaitu mendatangkan keadilan dan perdamaian.

Dalam Ibr 7:3 dikatakan bahwa “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya.” Menurut anda siapa manusia yang memiliki kriteria seperti ini? Pikirkan dan renungkanlah!

Dalam Ibr 5:6 dikatakan “...Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek." Kata “Engkau” disitu maksudnya mengacu kepada Yesus Kristus. Dalam Ibr 7:3, salah satu kriterianya adalah Melkisedek menjadi imam sampai selama-lamanya. Jadi sudah sangat jelas bahwa Melkisedek dan Yesus adalah pribadi yang sama. Sama-sama tidak mempunyai bapa dan ibu secara jasmani. Yesus memang lahir dari perawan Maria, tetapi kelahiran Yesus bukan hasil dari hubungan intim pria dan wanita. Yesus dari Roh Kudus (Mat 1:20). Yesus memang mempunyai silsilah keturunan dari raja Daud, tetapi silsilah yang dimaksudkan berarti Yesus dan Melkisedek bukan dari keturunan manusia. Lebih jelasnya dikatakan bahwa Melkisedek dijadikan sama dengan Anak Allah, yang berarti mengacu kepada Yesus dan Melkisedek dikatakan tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan. Sudah tentu hanya satu pribadi yang seperti itu, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Karena Dia kekal, tanpa awal dan akhir (Maz 90:2).

Dalam Ibr 7:5-6 dikatakan bahwa Melkisedek mendapatkan persepuluhan, padahal orang yang berhak mendapatkan persepuluhan adalah orang yang dari keturunan Lewi. Jadi, penulis kitab Ibrani menjelaskan bahwa pribadi yang berhak mendapatkan persepuluhan selain yang dari keturunan Lewi adalah Tuhan itu sendiri.

Penulis kitab Ibrani seolah-olah mengatakan ada dua pribadi dalam perikop ini, tetapi sebenarnya ingin mengungkapkan bahwa Melkisedek dan Yesus adalah pribadi yang sama, hanya di zaman yang berbeda. Jadi, Penulis menyimpulkan bahwa Melkisedek adalah Teofani. Teofani berarti Allah menampakkan diri dengan tanda-tanda yang dapat dihayati oleh yang bersangkutan, sehingga yang bersangkutan sadar bahwa mereka berhadapan dengan Allah sendiri. Dalam hal ini, Allah menampakkan diri kepada Abraham dalam rupa manusia, yaitu Melkisedek. Jadi, dapat dikatakan bahwa Melkisedek adalah Pribadi Allah yang ke-2 atau dapat dikatakan Yesus Kristus dalam perjanjian lama.

Melalui penjelasan ini kita dapat menyimpulkan bahwa Hak Utama persembahan persepuluhan adalah haknya Tuhan Yesus Kristus.


2. HAK PENGELOLA
Setelah kita tahu bahwa persembahan persepuluhan adalah haknya Tuhan, apakah dengan itu berarti kita harus membawa persepuluhan itu ke Sorga? Untuk itu kita harus pelajari bahwa Tuhan mempercayakan persepuluhan itu kepada manusia sebagai pengelola. Siapakah pengelola itu?

Bil 18:21 Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan.

Bil 18:24  sebab persembahan persepuluhan yang dipersembahkan orang Israel kepada TUHAN sebagai persembahan khusus Kuberikan kepada orang Lewi sebagai milik pusakanya; itulah sebabnya Aku telah berfirman tentang mereka: Mereka tidak akan mendapat milik pusaka di tengah-tengah orang Israel."

Dari dua ayat ini dengan jelas dikatakan bahwa persembahan persepuluhan adalah Hak Tuhan tapi di berikan kepada orang Lewi. Sehingga mereka yang mengelola persepuluhan tersebut. Landasan awal persembahan itu adalah bahwa saat bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian, hanya 11 suku yang mendapat pembagian tanah milik pusaka, sedangkan suku Lewi tidak. Suku Lewi dikhususkan untuk melayani Tuhan di Kemah Suci.


3. HAK  PIMPINAN PENGELOLA
Bil 18:26  "Lagi haruslah engkau berbicara kepada orang Lewi dan berkata kepada mereka: Apabila kamu menerima dari pihak orang Israel persembahan persepuluhan yang Kuberikan kepadamu dari pihak mereka sebagai milik pusakamu, maka haruslah kamu mempersembahkan sebagian dari padanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN, yakni persembahan persepuluhanmu dari persembahan persepuluhan itu,

Bil 18:28  Secara demikian kamupun harus mempersembahkan sebagai persembahan khusus kepada TUHAN sebagian dari segala persembahan persepuluhan yang kamu terima dari pihak orang Israel. Dan yang dipersembahkan dari padanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN haruslah kamu serahkan kepada imam Harun.


Kesimpulan dari dua ayat ini adalah persepuluhan diberikan kepada kaum Lewi, yaitu mereka yang membantu pelayanan para imam, sedangkan para imam menerima persepuluhan dari kaum Lewi. Imam pun diangkat dari keturunan lewi juga. Jadi selain hak orang lewi, persepuluhan juga hak pimpinan pengelola yaitu imam yang sudah ditunjuk Tuhan.


4. HAK ORANG YANG MEMBUTUHKAN
Ul 26:12  "Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang.

Selain untuk imam dan orang lewi, persepuluhan juga digunakan untuk kesejahteraan orang asing, orang yatim dan kepada janda.  Jadi bukan hanya untuk orang Lewi saja, atau jika diterapkan untuk umat Kristen sekarang ini, pemberian persembahan persepuluhan bukan hanya untuk pendeta saja. Tetapi juga kepada orang yang membutuhkan.



Kemana kita harus memberikan Persepuluhan?

Mal 3:10 Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.

1Co 9:13  Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu?
1Co 9:14  Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.

Mereka yang melayani di tempat kudus (gereja) mendapat penghidupan dari gereja itu. Berarti kita harus memberikan persembahan ke gereja (rumah perbendaharaan) di mana kita dilayani.  Karena orang-orang yang melayani kita di gereja itu berhak mendapatkan persembahan persepuluhan. Kita hanya harus taat, selanjutnya untuk pengelolaan adalah hak gereja. Kita tidak perlu ikut campur untuk hal ini. Karena kewajiban kita adalah mengembalikan persepuluhan ke rumah Tuhan, bukan mengatur persembahan persepuluhan. Yang pasti gereja mengelolanya supaya ada persediaan makanan. Makanan berbicara tentang kebutuhan hidup orang yang melayani di Gereja, jemaat yang membutuhkan, membayar listrik, air, dan kebutuhan lainnya.



Konsep Persepuluhan dalam PB

Dalam PB, Tuhan Yesus tidak lagi menekankan pemberian persembahan persepuluhan sebagai hukum yang harus dilakukan. Tetapi sebaliknya Tuhan Yesus menyempurnakannya dengan memberikan contoh nyata yang sangat ekstrem.

Dalam Markus 12:41-44, Tuhan Yesus menunjukkan kepada para muridnya persembahan seorang janda miskin sebesar dua peser ke dalam peti persembahan di bait Allah. Walaupun sangat kecil, dua peser itu dikatakan Tuhan Yesus sebagai seluruh nafkahnya. Janda miskin itu memberikan seluruh nafkahnya ke bait suci untuk orang Lewi. Pelajaran dari ayat ini adalah:

1. Sikap Hati – Kualitas Hati
Bukan berapa besar persembahan itu diberikan, tetapi bagaimana sikap hati si pemberi kepada Tuhan. Bila kita memberikan 20% tetapi dengan sikap hati yang bersungut-sungut atau dengan motivasi yang tdak benar, maka percuma persembahan kita. Dan bila kita melakukan seperti itu, kita sama saja seperti orang farisi dan ahli Taurat, yang hanya menjalankan peraturan.

Mat 23:23  Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.


2. Prinsip 10 dan 90 – Kuantitas Materi
Ayat ini juga mengingatkan kepada kita bahwa seluruh harta yang kita miliki sebenarnya adalah milik Tuhan. Jadi yang diberikan kepada Tuhan bukan hanya 10%, tetapi seluruh harta milik kita.

Prinsip 10 dan 90 adalah prinsip bahwa 10% dari penghasilan adalah milik Tuhan tapi jangan lupa, 90% lainnya juga milik Tuhan. Jadi, 1 sen yang keluar dari kantong kita adalah milik Tuhan. Karena kita sudah ditebus dengan darahNya yang mahal di kayu salib. Sehingga kita dan termasuk yang kita miliki adalah milik-Nya. Kita menjadi hamba-Nya.

Kita harus mengelola keuangan dengan baik di dalam kehidupan kita, karena berkat uang tersebut asalnya dari Tuhan. Jangan bangga sudah bisa memberikan persepuluhan, karena kita masih harus bertanggung jawab atas 90% sisanya. Hal inilah yang jarang diajarkan dalam suatu gereja, karena fokus gereja biasanya kepada persembahan persepuluhan, padahal masih ada tanggung jawab yang tidak kalah pentingnya dari persepuluhan itu.



Kesimpulan

Persembahan Persepuluhan yang kita berikan harus sesuai dengan doktrin/ajaran gereja di mana kita berjemaat. Karena kita harus taat kepada aturan gereja. Bila ajarannya 10% dari penghasilan per bulan, berikanlah 10% dari penghasilan per bulan, tetapi seandainya kita belum mampu memberikan 10%, tetap setia dengan memberikan dari yang kecil terlebih dahulu.

Bila kita sudah mampu memberikan sepersepuluh dari penghasilan, syukurilah hal itu. Tetapi kalo teman kita belum mampu, jangan menghakimi! Karena siapa yang tahu suatu saat dia bisa memberikan lebih dari sepersepuluh. Bahkan ada kesaksian yang mengatakan bahwa tadinya dia tidak mampu memberikan sepersepuluh dari gajinya karena kebutuhan hidup, lalu sekarang ia diberkati luar biasa. Tadinya naik motor, sekarang ia naik mobil, tadinya ia S1, sekarang sedang menjalani kuliah S3. Bahkan dia sudah bisa memberikan lebih dari sepersepuluh.

Yesus dan Para Rasul juga tidak menekankan persembahan persepuluhan dalam PB tetapi bukan berarti juga kita harus meniadakan peraturan persembahan persepuluhan, karena Alkitab adalah satu kesatuan, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru.

Ingatlah! Jangan pernah memberi persepuluhan karena takut di bilang penipu, merampok punya Tuhan, dll. Juga jangan karena motivasi ingin diberkati berkelimpahan, tetapi memberi karena memang kita mengasihi Tuhan Yesus Kristus.

Jadi yang penting bukan berapa persen yang harus kita berikan, tetapi bagaimana KUALITAS HATI dan KUANTITAS MATERI  kita dalam memberikan persembahan persepuluhan. Ingatlah selalu, semua yang kita miliki adalah milik Tuhan! 

Workaholic - Pengkhotbah 2:20-21


Workaholic adalah sifat seseorang dengan kebutuhan kompulsif (bersifat memaksa) untuk bekerja. Orang seperti ini akan lupa segala-galanya, karena hidupnya kecanduan bekerja. Craig Groeschel, seorang pendiri dan Gembala senior dari LifeChurch.tv., sebuah Gereja multi-kampus dengan lebih dari delapan puluh ibadah setiap minggu di empat belas lokasi, termasuk kampus online. Di suatu hari Selasa, 15 Maret 1996, Craig mengajar di sebuah pendalaman Alkitab, pagernya bergetar. Craig mendapat pesan bahwa isterinya yang sedang hamil kemungkinan akan segera melahirkan. Setelah itu dia langsung pergi menemui istrinya. Setelah delapan jam persalinan, akhirnya dengan bangga, Craig memeluk anak pertamanya. Amy istri Craig dan anaknya yang bernama Catie Elizabeth bisa pulang hari Jumat, tetapi karena Craig ada kelas hari Jumat dan Sabtu, akhirnya dia minta tolong orang lain untuk mengantar istri dan anaknya (Kebodohan no.1). Jumat malam, Craig dengan setia berkhotbah di ibadah Jumat mingguan (Kebodohan no.2). Sabtu pagi, Craig berangkat sebelum matahari terbit untuk pergi ke seminari, di mana ia tinggal di sana seharian (Kebodohan no.3). Minggu pagi, ia berkhotbah tiga kali (Kebodohan no.4,5,6). Dan itu semua terjadi hanya dalam tiga hari. Sebelumnya, Craig dan istrinya belum pernah bertengkar, tetapi di Minggu sore itu, setelah tiga tahun pernikahan yang tidak bercacat, Craig dan Amy bertengkar hebat. Pertengkaran yang masih bergema sampai sekarang. Apakah Craig bersalah? Toh, sebagai seorang Gembala, ia melayani Tuhan, kan?

Mayoritas, pria (wanita juga ada yang seperti ini) suka sekali bekerja, karena orientasi dan goalnya ditujukan pada pekerjaan dan karier. Orientasi hidupnya jika dipersentase, lima puluh persen untuk pekerjaan, dua puluh persen untuk pasangan dan anak, dua puluh persen untuk hobinya, sisa sepuluh persen untuk Tuhan. Mengapa sampai lima puluh persen untuk pekerjaan? Karena dari pekerjaanlah, seseorang mendapat penghargaan diri dan disanjung tinggi. Dia membuktikan kemampuan dirinya. Jadi, ada harga diri di dalam karier seseorang. Tetapi apabila dilakukan terus-menerus, maka ruang untuk Tuhan Yesus dan keluarga akan terabaikan. 

Segala sesuatu yang terlalu berlebihan ataupun berkekurangan, pada akhirnya akan cenderung turun kualitasnya. Apabila kita makan terlalu berlebihan tidak baik, tetapi apabila kita makan terlalu sedikit pun juga sama tidak baiknya dan kondisi fisik kita akan cenderung turun kualitasnya. Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang berlelah-lelah untuk hikmat, pengetahuan dan kecakapannya maka ia harus meninggalkan orang yang tidak berlelah-lelah dalam hal itu, dan tentu salah satunya adalah keluarganya yang harus ditinggalkan. Mari kita luangkan waktu untuk keluarga kita sendiri dan juga untuk Tuhan terutama. 


Pekerjaan memang penting, tetapi yang terpenting adalah Tuhan Yesus dan keluarga.

Thursday, April 25, 2013

When Life Needs An Explanation - Kejadian 22:1-19


Banyak hal yang terjadi dalam kehidupan kita, yang kita sendiri tidak mengerti apa maksud Tuhan. Tentunya kita lebih suka dengan hidup yang sudah ada kejelasan dari awal, tetapi kenyataan kehidupan tidak seperti itu. Pada saat masalah bertubi-tubi menghampiri kita, biasanya akan timbul suatu pertanyaan di dalam hati kita, "Kenapa harus saya Tuhan?" Kata "kenapa" keluar dari ucapan kita karena kita sangat membutuhkan penjelasan dari Tuhan atas sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi apabila kita bayangkan hidup yang sudah jelas, apa enaknya? Justru tantangan kehidupan akan mendewasakan kita. Jadi, ketika hidup membutuhkan penjelasan dari Tuhan, apa yang akan kita lakukan? apakah kita tetap mentaati firmanNya?  

Di Kej 22:2 diceritakan bahwa Abraham harus mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran. Yang jadi masalah adalah, Ishak anak tunggal dan sekaligus anak yang sangat dikasihi oleh Abraham. Abraham berumur seratus tahun untuk bisa melihat Ishak hadir dalam hidupnya. Tetapi sekarang Tuhan menyuruh Abraham mempersembahkan Ishak. Kejadian ini adalah titik terbesar dalam kehidupan Abraham. Dia sangat membutuhkan penjelasan dari Tuhan, dengan bertanya "Apa maksudnya Tuhan?" Selain Abraham sangat mengasihi Ishak, di sisi lain, Tuhan sudah berjanji kepada Abraham bahwa yang disebut keturunan Abraham berasal dari Ishak. "...sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak." Kej 21:12. Jadi, apabila Ishak dipersembahkan sebagai korban bakaran, berarti Tuhan sudah mengingkari janjiNya sendiri kepada Abraham tentang keturunannya. Tetapi, apa yang dilakukan Abraham ketika hidupnya membutuhkan penjelasan? Di Kej 22:3 dikatakan "Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham..." Abraham tidak menunda waktu sedikit pun, padahal perintah Tuhan di ayat dua tidak dijelaskan kapan dia harus berangkat. Tuhan hanya memerintahkan untuk membawa Ishak ke tanah Moria dan mempersembahkan Ishak di salah satu gunung yang akan dikatakan Tuhan. Seandainya Abraham menunda sampai Ishak sudah tua juga tidak masalah, karena Tuhan tidak menjelaskan kapan waktunya. Tuhan memang memberi perintah, tetapi Tuhan tidak menyebutkan waktunya. Tetapi keesokan paginya, Abraham pergi bersama Ishak, beserta dengan dua orang bujangnya. Ketika Abraham membutuhkan penjelasan, Abraham tidak bertanya kepada Tuhan, bahkan Abraham mentaati seluruh perintah Tuhan. 

Mungkin kita sedang mengalami kesulitan besar dalam hidup kita sekarang dan sangat membutuhkan penjelasan dari Tuhan, karena kita tidak mengerti, kenapa masalah ini terjadi dalam kehidupan kita. Lakukanlah bagian kita dengan ketaatan, selanjutnya Tuhan akan melakukan bagianNya, seperti Abraham yang mentaati firman Tuhan sehingga oleh keturunan Abraham semua bangsa di bumi akan mendapat berkat.

Terkadang pertanyaan hidup tidak harus selalu dijelaskan, tetapi hanya perlu ditaati saja. 

Wednesday, April 24, 2013

Gengsi minta bantuan orang lain - Keluaran 18:13-27


Dalam kehidupan manusia, masalah pasti menjadi makanan sehari-hari. Siapa pun pasti pernah mengalami masalah dalam hidupnya. Ada yang bermasalah dengan orang tuanya, pasangannya, keuangan, pekerjaan, dsb. Bahkan anak kecil pun memiliki masalahnya tersendiri, seperti ia harus belajar berjalan sendiri, belajar makan, dll. Selama kita masih menginjak bumi, selama itu juga masalah akan terus-menerus berdatangan ke dalam kehidupan kita. Tetapi dari banyaknya masalah dalam kehidupan kita, sering kali kita merasa hebat dengan kemampuan yang kita miliki, sehingga kita merasa tidak membutuhkan bantuan orang lain. Apabila kita minta bantuan orang lain, kita merasa lebih rendah dari orang lain, karena kita seperti orang bodoh yang sedang minta bantuan kepada orang pintar. Sebenarnya, kita tidak akan mampu mengatasi masalah sendirian, yang pertama tentu kita butuh Tuhan Yesus dan yang kedua kita juga butuh teman-teman di sekitar kita. Kita butuh bantuan orang lain.

Dalam kisah Musa dengan mertuanya, yaitu Yitro yang seorang Imam di Midian, kita dapat mempelajari bagaimana Yitro menasihati Musa untuk meminta bantuan orang lain dalam memimpin bangsa Israel. Di Kel 18:21, Yitro memberi beberapa kriteria untuk minta bantuan orang lain. Pertama, "orang-orang yang cakap". Maksudnya adalah orang yang pandai melakukan dalam suatu bidang. Kita harus meminta bantuan kepada orang yang ahli dalam bidang masalah yang sedang kita hadapi. Jadi, cari orang yang tepat untuk masalah yang tepat. Kedua, "takut akan Allah". Selain cakap, orang tersebut juga harus yang taat kepada Tuhan, sehingga nasihat atau solusi yang diberikan orang tersebut berdasarkan firman Tuhan. Karena nasihat yang baik, belum tentu benar. Tetapi, apabila kita meminta nasihat dari orang yang taat kepada Tuhan, maka ia akan menuntun kita untuk menyerahkan permasalahannya ke dalam tangan Tuhan. Ketiga, "orang yang dapat dipercaya". Banyak orang yang taat kepada Tuhan, tetapi belum tentu orang tersebut dapat dipercaya, karena masih banyak orang yang tidak bisa menjaga rahasia. Seseorang dapat dipercaya atau tidak, dapat diketahui dengan memberi tanggung jawab yang kecil. Jadi, kita bisa tes terlebih dahulu dengan masalah kecil. Apabila bisa dipercaya, maka kita dapat melanjutkan dengan tanggung jawab yang lebih besar. Keempat, "orang yang benci kepada pengejaran suap". Maksudnya adalah orang yang jujur. Jadi, orang tersebut berani menyatakan kesalahan kepada kita, pada saat kita memang salah dan jujur dalam segala hal. 

Jadi, jangan pernah merasa malu untuk meminta bantuan orang lain, karena suatu saat orang lain juga akan minta bantuan kepada kita. Juga jangan sombong, merasa diri mampu mengatasi semua masalah kehidupan. Meminta bantuan kepada orang lain bukan tanda dari suatu kelemahan kita, tetapi tanda bahwa kita mau belajar untuk lebih baik.  


Meminta bantuan orang lain bukan menandakan kelemahan kita, tetapi tanda kita mau belajar.

Tuesday, April 9, 2013

KONTEKSTUALISASI YANG AUTENTIK & RELEVAN



A. Definisi Judul.
Secara singkat, kontekstual adalah berhubungan dengan konteks.[1] Kata autentik berarti dapat dipercaya, asli, tulen dan sah.[2] Sedangkan kata relevan berarti kait-mengait, bersangkut-paut dan berguna secara langsung.[3]
Menurut Eka Darmaputera, teologi kontekstual adalah upaya untuk merumuskan penghayatan iman kristiani pada konteks, ruang dan waktu tertentu.[4] Sedangkan kata “kontekstualisasi” pertama kali muncul dalam terbitan TEF (1972) yakni Theological Education Fund (Dana Pendidikan Teologi). Jadi, kontekstualisasi yang autentik dan relevan adalah usaha menempatkan sesuatu dalam konteksnya, sehingga tidak asing lagi, tetapi terjalin dan menyatu dengan keseluruhan seperti benang dalam tekstil. Dalam hal ini tidak hanya tradisi kebudayaan yang menentukan tetapi situasi dan kondisi sosial pun turut berbicara.[5] Sehingga sesuatu tersebut dapat diterima oleh masyarakat setempat dan dapat berguna bagi masyarakat tersebut untuk kehidupannya.

B. Kesetiaan dan Kebermaknaan.
Suatu usaha dapat disebut autentik, bila berkaitan dengan kesetiaan suatu berita pada kewibawaan dan isi kehendak Allah sebagaimana terungkap dalam ciptaan-Nya, dalam nurani manusia, dan khususnya dalam Anak-Nya dan Firman-Nya yang diilhami oleh Roh Kudus. Memang seluruh umat manusia ikut serta dalam hal menerima kesaksian ciptaan, namun gereja Kristen bertugas secara khusus untuk menyampaikan Kristus yang disaksikan oleh Alkitab. Sudah tentu, autentisitas tidak menjamin bahwa berita akan bermakna dan meyakinkan para pendengarnya. Karena itu kita harus memikirkan juga hasilnya. Pemberitaan yang berhasil muncul dari pemahaman tentang para pendengar dalam konteks mereka. Sehingga kita harus berusaha juga supaya maknanya dapat diterima dan dipahami oleh mereka.
Dari sudut pandangan ini kontekstualisasi Kristen dapat dipahami upaya untuk memberitakan berita tentang pribadi, karya, Firman dan kehendak Allah dalam cara yang setia pada penyataan ilahi yang khususnya diungkapkan dalam Alkitab, dan yang juga bermakna bagi khalayak dalam budaya mereka masing-masing.
Secara sadar dan tidak sadar berita itu telah disesuaikan sehingga menjadi bermakna bagi orang-orang dalam budaya-budaya tempat berita Kristen itu disebarkan, tempat gereja berkembang, dan tempat berasalnya para utusan lintas budaya. Tugas mereka dan tugas gereja-gereja yang muncul dari karya mereka adalah, menafsirkan berita Alkitab untuk membatasi masuknya bahan-bahan yang berasal dari kebudayaan mereka sendiri. Kemudian mereka menyesuaikan berita itu supaya dapat memberitakannya dengan hasil baik kepada khalayak dalam suatu budaya tertentu.

C. Kontekstualisasi dan teks Alkitab.
Kontekstualisasi merupakan proses dengan tiga unsur yang berbeda: penyataan, penafsiran, dan penerapan; dalam ketiganya ada kesinambungan makna.
C.1. Penyataan.
            Proses kontekstualisasi ini mulia bila Allah menyatakan kebenaran-Nya dalam bentuk bahasa. Di bawah bimbingan Roh Kudus, seorang pengarang manusia menghasilkan suatu teks, dengan menggunakan lambang-lambang linguistik untuk menyampaikan makna penyataan itu. Roh Allah mengilhami penulisan kebenaran yang dinyatakan itu, sehingga kesesuaian antara apa yang dinyatakan dan apa yang ditulis, sudah terjamin.
C.2. Penafsiran.
            Unsur kedua adalah bila pembaca atau pendengar menyadari makna yang dimaksudkan. Ini dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kebudayaan penafsir sendiri dan kebudayaan pengarang teks. Kebudayaan penafsir sendiri meninggalkan cap yang tidak terhapuskan pada pola berpikirnya, yang mempengaruhi cara ia menafsirkan suatu berita tertentu. Namun meskipun terdapat keterbatasan yang ditibulkan oleh kebudayaan, kebangsaan dan bahasa penafsir, dan pengaruh dosa yang mengacaukan, namun para penafsir bisa memperoleh pemahaman yang lebih kurang akurat mengenai makna yang dimaksudkanoleh pengarang teks yang dipelajarinya. Hal ini mungkin, karena kejelasan teks dan perangkat-perangkat analitis yang dipakai oleh ahli-ahli tafsiran, teologi dan sejarah, bekerjasama untuk menjamin bahwa makna yang terbentuk dalam pikiran penafsir, tidak terlepas dari rentangan makna yang ditetapkan oleh teks itu sendiri.
C.3. Penerapan.
            Unsur yang ketiga terdiri dari dua langkah. Pertama, penafsir menguraikan akibat-akibat logis dari pemahamannya tentang Alkitab untuk orang yang akan menghayati ajaran Alkitab itu dalam suatu kebudayaan. Kedua, penafsir secara sadar memutuskan untuk menerima keabsahan implikasi-implikasi Alkitab, atau menolaknya dan menutupinya dengan makna yang diciptakan sendiri. Dan ia kehilangan hubungan dengan kebenaran yang terbungkus dalam teks tersebut. Akibatnya, kontekstualisasi yang autentik dan memadai tidak mungkin. Sebaliknya, bila penafsir menerima keabsahan implikasi-implikasi teks, ia dapat menerjemahkan maknanya ke dalam lingkungan makna Alkitab dalam keadaan tertentu dapat dipahami.
            Jadi, kontekstualisasi yang dapat diterima (=autentik) adalah hasil langsung dari proses memastikan makna Alkitab, secara sadar tunduk kepada kewibawaannya, dan menerapkan makna itu dalam suatu budaya terentu. Hasil-hasil proses ini bisa berbeda-beda dalam bentuk dan intensitasnya, tetapi akan tetap tinggal di dalam batasan rentangan makna yang ditetapkan oleh teks Alkitab.

D. Kontekstualisasi dan budaya penerima.
Untuk memahami hal-hal yang tercakup dalam penyampaian Injil kepada orang dengan budaya-budaya lain, kita dapat mempelajarinya lewat pola tujuh dimensi yang berikut.
D.1. Pandangan dunia – cara memahami dunia.
Gagasan pandangan dunia telah menjadi umum dalam bahan-bahan antropologis, teologis, dan komunikasi. Artinya “cara kita melihat dunia dalam hubungannya dengan diri kita sendiri serta sebaliknya”. Kita dapat menyederhanakannya menjadi pemahaman tentang hal-hal yang adikodrati, alam, manusia dan waktu, meskipun artinya lebih luas daripada itu.
Sebagai contohnya, pandangan dunia agama Hindu dan agama Buddhis. Dua agama ini mempunyai pandangan bahwa tiap manusia terperangkap dalam lingkaran kelahiran dan kelahiran kembali bergantung pada karmanya. Inilah yang disebut dengan reinkarnasi[6]. Perbedaan-perbedaan antara pemahaman ini dengan pemahaman Kristen menjelaskan bahwa penayampaian Injil yang berhasil baik kepada orang Hindu atau Buddhis menuntut beberapa perbandingan. Gagasan Hindu-Buddhis dan Kristen tentang Allah, asal-usul alam, masalah manusia, anugerah, makna keselamatan, pentingnya sejarah, hakikat spiritualitas, dan tujuan umat manusia dan seluruh lama ini, semuanya harus dibandingkan. Bila kita tidak melakukannya, kita mengakibatkan kesalahpahaman dan sinkretisme[7] belaka, sehingga penerimanya hanya akan memasukkan potongan-potongan kecil dari informasi Kristen ke dalam pandangan dunia mereka sendiri.
D.2. Proses kognitif – cara berpikir.
Karya-karya dalam berbagai disiplin ilmu membuktikan bahwa meskipun semua kebudayaan mempunyai logikanya, namun logika itu tidak sama seluruhnya. F.H. Smith menjelaskan hal ini dengan mengusulkan tiga cara : konseptual, batiniah dan relasional konkret, di mana kehidupan dan realitas dimengerti dengan menekankan hubungan-hubungan emosi yang hadir dalam tiap keadaan.
Pandangan Smith menghapuskan gagasan bahwa hanya ada satu cara berpikir yang tepat dan juga gagasan bahwa hanya ada dua cara. Ia tidak saja menguraikan ketiga cara berpikir, ia menjelaskan hubungan di antaranya dan menekankan bahwa orang-orang dari segala kebudayaan berpikir dalam ketiga cara ini. Perbedaan kebudayaan dalam kaitan ini, kata Smith, disebabkan oleh prioritas yang diberikan kepada salah satu cara berpikir di antaranya. Karena semua orang berpikir dalam ketiga cara ini, maka pemahaman lintas budaya dapat tercapai, dan kita perlu saling menghormati.
D.3. Bentuk Linguistik – cara mengungkapkan gagasan.
Sangatlah penting pembahasan ilmiah bagi orang percaya Kristen, tentang perbedaan bahasa yang satu dengan bahasa lainnya, dan tentang betapa besarnya pengaruh perbedaan tersebut. Bahasa penting dalam menyampaikan suatu berita, untuk itulah ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam cara mengungkapkan suatu gagasan.
Pertama suatu pernyataan sederhana: orang di mana pun juga suka bergaul dalam “bahasa hati” mereka sendiri, yaitu dalam bahasa budaya yang dimilikinya sejak masa muda. Kedua, tiap orang dapat menguasai bahasa lain, meskipun tentunya perbedaan individu menghasilkan kecakapan yang bereda-beda dalam hal ini. Ketiga, dalam mempelajari bahasa harus diingat bahwa tidak ada korelasi langsung antara dua bahasa. Keempat, kita tidak saja dapat mempelajari bahasa penerima, kita pun dapat belajar darinya. Pengarang Amerika yang bahasanya mencerminkan pentingnya waktu dalam budaya Eropa-Amerika, akan menganggap aneh bahasa yang tidak membedakan masa lampau, masa kini, dan masa depan. Namun justru pada keanehan itu terdapat sesuatu yang dapat dipelajarinya.
D.4. Pola perilaku – cara bertindak.
Komunikasi kontekstual melibatkan bukan saja apa yang kita katakan tetapi juga bagaimana kita mengatakannya. Selain itu, kita harus memperhatikan apa yang disampaikan ketika kita tidak berkata ataupun tidak berbuat apa-apa. Contoh-contoh tentang kontekstualisasi yang di bawah ini, memang memakai kata-kata untuk menyampaikan berita, namun itu tidak berarti bahwa pola-pola perilaku seperti gerak isyarat, upacara, posisi, nada suara dan yang semacamnya, tidak terlibat dalam proses kontekstualisasi. Bila orang membaca karya Luther ia hampir dapat mendengar nada suara dan melihat intensitas orang yang menyampaikan kebenaran Reformasi kepada Eropa pada abad ke-16. Dan ketika berdebat dengan orang Muslim, orang Kristen harus sadar bahwa bila ia memperlihatkan acuh tak acuh dan perasaan memusuhi, maka ia akan merusak alasannya.
D.5. Media komunikasi – cara menyalurkan berita.
Menurut McLuhan, kemampuan membaca memungkinkan orang menampaikan beritanya tanpa terlibat secara tatap muka. Klise cetak meningkatkan proses belajar yang bertuntun dan pemerintahan oleh hukum. Media elektronik, khususnya televisi, sedang mengubah dunia menjadi suatu desa besar. Tanpa berdebat dengan McLuhan, namun dengan cara yang tidak begitu megah kita dapat memperhatikan kecenderungan dan kesukaan budaya penerima bila kita memilih dan memanfaatkan media komunikasi.
Kraft, Nida dan lain-lainnya mengkritik pemakaian khotbah lisan sebagai medium satu-satunya penyampaian Injil dalam banyak pertemuan Kristen. Tentu saja khotbah itu penting namun harus disebut benar. Para peserta Konferensi Penginjilan Dunia yang diadakan di Pattaya, Muangthai, pada tahun 1980 ingat benar drama yang dipentaskan oleh suatu kelompok drama Thai, meskipun mereka tidak memahami bahasa Thai yang dipakai kelompok itu. Sangat diragukan apakah mereka ingat satu saja khotbah yang dipersiapkan dengan baik dan disampaikan dengan berapi-api dalam konferensi tersebut oleh para pembicara yang terkenal. Jadi cara menyalurkan berita dengan menggunakan media komunikasi juga sangat penting.
D.6. Struktur sosial – cara bergaul.
Orang tidak hanya bertindak sesuai dengan aturan-aturan perilaku dan makna yang ditentukan oleh budayanya. Mereka pun bergaul satu dengan yang lain berdasarkan adat dan kebiasaan sosial. Adat itu menetapkan saluran-saluran peergaulan manakah yang terbuka dan manakah yang tertutup, siapa yang boleh berbicara kepada siapa dan dengan cara bagaimana, dan jenis berita apa yang paling bergengsi dan berpengaruh.
D.7. Sumber motivasi – cara mengambil keputusan.
Salah satu alasan untuk memberitakan berita lintas budaya adalah mendorong orang untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu atas dasar informasi dan motivasi yang akan mengakibatkan sikap, kesetiaan, dan arah tindakan yang berubah. Tugas para utusan Injil dapat disimpulkan dalam kata-kata Paulus, “Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang” (2 Kor 5:11). Namun, siapakah yang berhak mengambil keputusan dalam suatu masyarakat? Keputusan apa yang  mereka perbuat? Bagaimanakah keputusan itu diambil? Apakah dasar-dasar untuk pengambilan keputusan itu sah? Jawabannya tergantung kepada kebudayaan.

E. Kesimpulan.
Kontekstualisasi Kristen yang autentik dan berhasil adalah yang memperhatikan dengan cermat baik Alkitab maupun kebudayaan penerimanya. Alkitab ditafsirkan sedemikian rupa sehingga, sedekat mungkin, maksud pengarang ditemukan dengan menggunakan prinsip-prinsip hermeneutis yang sehat. Melalui proses ini, pengaruh kebudayaan si penafsir sendiri dapat perlahan-lahan diatasi. Inilah autentisitas. Kemudian berita Injil diungkapkan dalam bentuk yang sesuai dengan suatu kebudayaan penerima tertentu, supaya bermakna dan menyakinkan bagi khalayak dalam budaya itu. Inilah yang dimaksud dengan “berhasil”. Kedua proses ini sebaiknya dilakukan oleh ahli-ahli dalam budaya dan bahasa yang terlibat, yang memahami dinamika kebudayaan, dan yang berkebudayaan ganda. Namun kedua proses itu demikian pentingnya sehingga semua penafsir Alkitab dan semua orang yang menangani pelayanan lintas budaya, seharusnya berusaha memahami dimensi-dimensi budaya dari proses-proses tersebut.

Daftar Pustaka.
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab. Jakarta: LAI, 1996.
Hesselgrave, David J. dan Edward Rommen, (2012). Kontekstualisasi – Makna, Metode, Dan Model. Jakarta : Gunung Mulia.
Rachman, Rasid, (1999). Pengantar Sejarah Liturgi. Tangerang: Bintang Fajar.
Departemen Pendidikan Nasional, (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI v1.1.
http://id.wikipedia.org/wiki/Reinkarnasi




[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 591.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI v1.1. Autentik.
[3] Ibid., Relevan.
[4]https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&sqi=2&ved=0CEAQFjAB&url=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F17977581%2F1853614080%2Fname%2FGEREJA&ei=ySNiUe6JBoezrAfejYCoDw&usg=AFQjCNENJyuI9Ru3Ws1e2nB2B8-rvB5Qeg&sig2=1_RlYrOD2CMMFYCHo1VyGA&bvm=bv.44770516,d.bmk
[5]Rasid Rachman, Pengantar Sejarah Liturgi (Tangerang: Bintang Fajar, 1999), hlm.122.
[6] Reinkarnasi (dari bahasa Latin untuk "lahir kembali" atau "kelahiran semula"[1]) atau t(um)itis, merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu.
Terdapat dua aliran utama yaitu pertama,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan terus menerus lahir kembali. Kedua,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan berhenti lahir semula pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan (moksha). Agama Hindu menganut aliran yang kedua. Lihat. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. Reinkarnasi, in http://id.wikipedia.org/wiki/Reinkarnasi, 6 April 2013.
[7] sin·kre·tis·me /sinkrétisme/ n paham (aliran) baru yg merupakan perpaduan dr beberapa paham (aliran) yg berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan, dsb. Lihat. Sinkretisme. In Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI v1.1.