Welcome....

Selamat datang teman-teman. Saya Paulus yang biasa dipanggil PaO. Saya rindu sekali untuk membuat artikel. Disinilah saya menuangkan semua hasil pemikiran. Saya beri judul pada Blog ini, Reflection Results. Ini semua hasil pemikiran, ide, refleksi dari saya sendiri. Apabila ada kata-kata atau kalimat dari orang lain, saya berikan footnote atau resensi tulisan. Saya yakin anda mendapat pelajaran yang baik pada saat anda membacanya. Bila teman-teman sedang ada waktu, boleh sekalian dikasih komentarnya dalam setiap artikel yang dibaca. Bila ada yang tidak setuju juga tidak masalah :D all praise to Jesus! praise for ever!!

Selamat Membaca. Tuhan Yesus Kristus Memberkati.

Penulis : Pdp. Paulus Igunata Sutedjo, M.Th.

Labels

Monday, October 13, 2014

Membuang Anugerah Tuhan - Keluaran 16:16-18; Matius 6:11

Saya masih suka heran dengan orang-orang yang doyan banget buang-buang makanan. Saya sering melihat kejadian ini. Suatu hari saya makan kwetiau di suatu restoran. Saya sedang makan dengan kakak saya. Di tempat itu ada sekumpulan anak muda yang sedang makan. Biasanya anak muda suka ribut kalau sedang makan. Saya tidak ada masalah dengan hal itu, karena anak muda memang biasanya makan sambil bercanda. Namun sayangnya, setelah kumpulan anak muda itu pergi, saya melihat masih ada satu piring kwetiau yang masih banyak isinya. Seperti belum tersentuh sama sekali. Rasanya kesal melihat hal itu. Bahkan saya juga sering melihat orang-orang yang kondangan membuang makanan yang masih banyak di piringnya. Ironisnya, setelah itu mereka mengambil makanan yang lainnya. Di sisi lain, saya juga pernah melihat orang yang kalau makan suka tidak habis, jadi otomatis dia buang sisa makanannya. Padahal dia bisa membungkus makanan itu dan makan lagi saat lapar. Atau paling tidak, kita dapat mengambil makanan seperlunya, karena diri kita yang paling tahu tentang kapasitas perut kita.

Facebook Forum Hijau Indonesia membuat suatu artikel yang bertuliskan seperti ini, “Makanan yang terbuang merugikan ekonomi dunia sekitar Rp. 8,5 triliun per tahun ...” Ironis sekali, padahal masih banyak negara yang mengalami kelaparan. Bahkan salah satunya adalah negara Indonesia! Indonesia menduduki peringkat ke-11 dari negara yang paling kelaparan. Tepatnya ada 12,6 juta orang di Indonesia yang kekurangan gizi!  Sudah seharusnya kita lebih memerhatikan hal ini. Bila Anda pernah membuang makanan atau memang hobi menyisakan makanan lalu dibuang, pikirkanlah ada 12,6 juta orang yang masih kekurangan gizi karena kelaparan di Indonesia!

Terkadang orang yang membuang makanan merasa ada hak untuk membuang makanan tersebut, karena merasa sudah membayarnya. Jadi makanan itu sudah menjadi miliknya dan dia berhak untuk memakan atau membuangnya. Ini adalah salah satu pembodohan yang sedang terjadi. Karena pada dasarnya, kita sama sekali tidak ada hak untuk membuang makanan. Bila kita suka membuang makanan, berarti kita suka membuang anugerah dari Tuhan! Ingatlah, kita bisa makan bukan karena kita lebih hebat dari orang yang tidak bisa makan, tetapi karena anugerah dari Tuhan. Memang kita sudah bekerja keras untuk hal itu. Namun jangan lupa, bila Tuhan tidak memberkati penghasilan dan makanan kita, maka kita pun tidak akan dapat menikmatinya! Walaupun ini terdengar klise, tapi hal ini harus dipahami dengan baik, bahwa masih banyak orang yang kelaparan!

Ayat firman Tuhan hari ini mengajarkan kita untuk mengambil makanan sesuai dengan keperluannya, yaitu sesuai dengan kapasitas kemampuan makan kita. Jangan terlalu berlebih, juga jangan sampai kekurangan. Makanlah secukupnya dan jangan lupa berdoa.

Membuang makanan sama dengan membuang anugerah dari Tuhan 
dan tidak menghargai jerih payah sendiri.

Thursday, October 2, 2014

Berpuasa, Berdoa Dan Berusaha - Mazmur 42:6; 131:3

Dinda lahir dari keluarga broken home. Orang tua Dinda menikah saat usianya masih muda. Tepatnya, tamat dari Sekolah Menengah Pertama, orang tuanya langsung menikah. Karena usianya yang masih muda, Ayah Dinda tidak dapat diandalkan untuk menjadi seorang kepala keluarga. Dia tidak bertanggung jawab dan hanya mengandalkan keluarga dari istrinya. Sampai satu titik, Ayah Dinda tiba-tiba meninggalkan keluarganya dan pergi ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh seluruh anggota keluarganya. Ternyata ada informasi dari orang lain, bahwa Ayah Dinda telah membuka usaha mandiri. Namun usaha itu tidak dapat bertahan lama, sampai akhirnya Ayah Dinda bangkrut. Setelah kejadian itu, ia pulang ke rumah keluarganya. Istrinya kesal dengan perbuatannya itu. Tidak kunjung jera, Ayah Dinda akhirnya pergi lagi ke suatu daerah. Saat itu, ia bercocok tanam kentang. Ia membuka usaha mandiri kembali. Namun kali ini lebih sukses, tetapi kesuksesannya membuat dirinya menjadi sombong. Sehingga ia sudah merasa mampu membiayai keluarga, jadi dengan seenaknya ia pulang dan pergi berulang kali tanpa izin dari istrinya. Saat itu Dinda kelas 6 SD. Perbuatan ayahnya membuat Dinda, ibunya Dinda dan keluarga besarnya marah besar. Mereka sangat kesal! Terlebih lagi dengan Dinda. Ia tidak hanya kesal, tetapi ia juga membenci ayahnya sampai kepahitan, serta ingin membunuh ayah kandungnya sendiri. Seluruh keluarga pun mendukung usaha Dinda untuk membunuh ayahnya, namun nenek dari ibunya Dinda saja yang tidak mengizinkannya.

Neneknya ini menasihati Dinda, bahwa bagaimanapun juga, dia adalah ayah kandungnya. Setelah beberapa kali dinasihati, akhirnya Dinda sadar, bahwa sikap terhadap ayahnya selama ini salah. Setelah itu Dinda menyerahkan masalahnya kepada Tuhan. Ia berpuasa, berdoa dan berusaha untuk mengampuni ayahnya. Sedikit demi sedikit pengampunan pun dapat diberikan pada ayahnya. Bahkan Dinda berusaha menyatukan ayahnya dan ibunya yang sering kali bertengkar. Saat itu, Dinda sedang melanjutkan sekolahnya ke Jakarta. Sehingga ia harus berhubungan jarak jauh dengan orang tuanya. Namun Dinda tidak menyerah! Ia tetap berusaha. Pemulihan dalam keluarganya sedikit demi sedikit terjadi. Lucunya, ayah dan ibunya suka mencurahkan isi hati mereka kepada Dinda yang ada di Jakarta via telepon dan sms. Jadi, Dinda menasihati orang tuanya untuk berpacaran kembali, sehingga mereka tidak bertengkar terus-menerus. Ternyata nasihat itu dilakukan oleh orang tuanya. Dan mereka sudah jarang bertengkar. Ini semua karena hasil dari puasa, doa dan usaha Dinda.

Terkadang dalam mendoakan suatu masalah kita mudah menyerah, hal ini mungkin terjadi karena kita tidak sungguh-sungguh. Seharusnya kita dapat belajar lewat pengalaman hidup Dinda yang mendoakan keluarganya. Ia tidak sekadar mendoakan, namun ia juga berpuasa dan berusaha! Sehingga Tuhan turut campur tangan atas masalah yang sedang dihadapinya.

Berdoa tanpa usaha sama dengan ingin kenyang, tetapi tidak mau makan.







Sumber:
1. Wisdom Of God.

2. Renungan Harian Manna Sorgawi Rabu, 30 April 2014