Welcome....

Selamat datang teman-teman. Saya Paulus yang biasa dipanggil PaO. Saya rindu sekali untuk membuat artikel. Disinilah saya menuangkan semua hasil pemikiran. Saya beri judul pada Blog ini, Reflection Results. Ini semua hasil pemikiran, ide, refleksi dari saya sendiri. Apabila ada kata-kata atau kalimat dari orang lain, saya berikan footnote atau resensi tulisan. Saya yakin anda mendapat pelajaran yang baik pada saat anda membacanya. Bila teman-teman sedang ada waktu, boleh sekalian dikasih komentarnya dalam setiap artikel yang dibaca. Bila ada yang tidak setuju juga tidak masalah :D all praise to Jesus! praise for ever!!

Selamat Membaca. Tuhan Yesus Kristus Memberkati.

Penulis : Pdp. Paulus Igunata Sutedjo, M.Th.

Labels

Tuesday, June 14, 2011

PRINSIP-PRINSIP KEPEMIMPINAN

DARI KITAB NEHEMIA PASAL 2

A.   Pendahuluan
Penulis dari kitab ini adalah Ezra dan Nehemia. Tema dari kitab Nehemia adalah Pembangunan Kembali Tembok Yerusalem. Untuk Tanggal Penulisan dari kitab ini, Sekitar 440-400 SM.[1]
Dalam Alkitab kristen, Kitab Ezra dan Nehemia ditempatkan dalam kumpulan kitab sejarah yang kedua, sesudah kitab I-II Tawarikh. Sedangkan dalam kanon Ibrani, kitab-kitab itu termasuk dalam bagian ketiga (“kitab-kitab”) dan ditempatkan sebelum Kitab Tawarikh, meskipun secara krnologis isinya merupakan lanjutan Kitab Tawarikh itu. Agaknya dalam kanon Ibrani, kedua kitab itu merupakan satu kitab. Catatan tentang jumlah ayat, yang biasanya dicantumkan oleh ahli Masora, tidak ditemukan pada akhir Kitab Ezra; catatan tersebut terdapat pada akhir Kitab Nehemia dan merupakan jumlah ayat untuk kedua kitab itu. Lagipula, ayat tengah yang dicatat adalah ayat tengah Kitab Ezra-Nehemia. Isinya juga mendukung hal ini, karena catatan-catatan pribadi Ezra dimulai dalam Ezra 7-10 dan dilengkapi dalam Nehemia 8-10. Dalam Alkitab Ibrani pembagian Kitab Ezra-Nehemia ke dalam dua kitab, baru dilakukan pada abad ke-15 M, dan tampaknya bermula dari lingkungan Kristen.[2]
Mungkin catatan-catatan pribadi Nehemia (Neh.1-7; 11-13) pada mulanya berdasarkan sebagai kumpulan tersendiri sebelum dimasukkan ke dalam Kitab Ezra-Nehemia. Kumpulan itu memang diberi judul sendiri “Riwayat Nehemia bin Hakhalya”. Lagipula, gaya serta bentuk sastranya sangat berbeda dengan kitab Ezra-Nehemia selebihnya dan paling sedikit ada satu bagian utama yang diulang, yaitu daftar nama orang-orang yang kembali dari pembuangan (Ezr.2 – Neh.7).[3]

Latar Belakang
Sejarah PL diakhiri dengan kitab Nehemia, ketika orang buangan Yahudi diizinkan kembali ke negeri mereka setelah pembuangan di Babel dan Persia. Bersama dengan kitab Ezra (dengannya kitab Nehemia membentuk satu kitab dalam PL Ibrani; ), kitab ini mencatat sejarah dari tiga rombongan yang kembali ke Yerusalem. Ezra meliput peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan dua rombongan pertama (538 SM; 457 SM), dan Nehemia mencatat aneka peristiwa selama kembalinya rombongan ketiga (444 SM). Sedangkan fokus kitab Ezra adalah pembangunan kembali Bait Suci, maka fokus kitab Nehemia adalah pembangunan kembali tembok Yerusalem. Kedua kitab menekankan pentingnya pemulihan rohani dan komitmen kepada Allah dan Firman-Nya.
Nehemia, yang hidup sezaman dengan Ezra, melayani sebagai juru minuman Artahsasta I (raja Persia) ketika ia menerima kabar bahwa orang buangan yang kembali ke Yehuda dari Babel dan Persia sedang dalam kesulitan dan tembok Yerusalem masih berupa puing. Setelah mendoakan keadaan Yerusalem, Nehemia diberi kuasa oleh Raja Artahsasta untuk pergi ke Yerusalem sebagai gubernur dan membangun kembali tembok-tembok kota. Selaku pemimpin yang diilhami, ia mengerahkan orang-orang sebangsanya untuk membangun kembali seluruh tembok kota dalam 52 hari saja sekalipun terjadi pertentangan yang gigih. Nehemia menjadi gubernur selama 12 tahun; setelah kembali beberapa waktu ke Persia, ia menjadi gubernur Yehuda untuk masa bakti kedua (bandingkan Nehemia 2:1; Nehemia 13:6-7).
Imam Ezra membantu Nehemia dalam memajukan kebangunan dan pembaharuan rohani di antara kaum sisa yang kembali; mungkin Nehemia membantu Ezra menulis kitab ini. Kesesuaian kitab Nehemia dengan sejarah diperkuat oleh aneka dokumen kuno yang ditemukan pada tahun 1903 dan disebut Elephantine Papyri, yang menyebut nama Sanbalat (Nehemia 2:19), Yohanan (Nehemia 12:23), dan penggantian Nehemia sebagai gubernur sekitar tahun 410 SM.[4]

Tujuan Kitab ini ditulis
1.      Untuk melengkapi catatan sejarah pascapembuangan yang diawali dalam kitab Ezra, dan
2.      Untuk menunjukkan apa yang dilakukan Allah demi kaum sisa melalui kepemimpinan yang saleh dari Nehemia dan Ezra selama tahap ketiga dari pemulihan pascapembuangan.[5]

Bagian kedua kitab ini menguraikan
Pemulihan rohani umat di Yerusalem di bawah pimpinan imam Ezra (pasal 8-10; Nehemia 8:1--10:39), dan beberapa persoalan nasional yang ditangani Nehemia (pasal 11-13; Nehemia 11:1--13:31). Hal yang utama dalam pembaharuan rohani itu ialah pembacaan Hukum Allah di hadapan umum, pertobatan dari dosa, dan suatu tekad baru oleh kaum sisa untuk mengingat dan memelihara perjanjian mereka dengan Allah. Pasal terakhir mencatat beberapa pembaharuan yang dilaksanakan Nehemia sepanjang masa bakti kedua sebagai gubernur Yerusalem (pasal 3; Neh 3:1-32).[6]

Ciri-ciri Khas
Lima ciri utama menandai kitab Nehemia.
1.      Kitab ini mencatat peristiwa-peristiwa terakhir dalam sejarah PL orang Yahudi sebelum tiba masa intertestamental.
2.      Kitab ini memberikan latar belakang sejarah bagi Maleakhi, kitab PL terakhir, karena Nehemia dan Maleakhi hidup sezaman.
3.      Nehemia adalah contoh yang bagus di Alkitab dari seorang pemimpin saleh dalam pemerintahan: orang bijaksana, berprinsip, berani, integritas tak tercela, iman yang kokoh, belas kasihan bagi yang tertindas, dan sangat berbakat besar dalam kepemimpinan dan organisasi. Sepanjang masa baktinya selaku gubernur, Nehemia tetap jujur, rendah hati, bebas dari keserakahan, mengorbankan diri, dan tidak tercela dalam kedudukan atau kuasanya.
4.      Nehemia adalah salah satu contoh PL terkemuka dari seorang pemimpin yang mengandalkan doa (bd. juga Daniel). Tidak kurang dari 11 kali dikisahkan bagaimana ia memanjatkan doa atau doa syafaat kepada Allah (misal Nehemia 1:4-11; Nehemia 2:4; Nehemia 4:4,9; Nehemia 5:19; Nehemia 6:9,14; Neh 13:14,22,29,31). Ia seorang yang melaksanakan tugas-tugas yang tampaknya mustahil karena ketergantungannya yang mutlak kepada Allah.
5.      Kitab ini dengan jelas menggambarkan bahwa doa, pengorbanan, kerja keras, serta kegigihan bekerja sama dalam mewujudkan visi yang diberi oleh Allah.[7]

Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Kitab ini mencatat penyelesaian semua langkah dasar dalam memulihkan Yudaisme pascapembuangan yang diperlukan bagi kedatangan Kristus pada permulaan zaman PB: Yerusalem dan bait suci dibangun kembali, hukum telah dipulihkan, perjanjian dibaharui, dan keturunan Daud tetap terpelihara. Secara lahiriah, segala sesuatu siap untuk menerima kedatangan Mesias (bandingkan Daniel 9:25). Zaman Nehemia berakhir dengan harapan kenabian bahwa Tuhan akan segera datang ke bait-Nya (bandingkan Maleakhi 3:1). PB mulai dengan penggenapan penantian dan pengharapan pasca-pembuangan ini.[8]

B.   Aplikasi Prinsip–Prinsip Kepemimpinan
Kitab Nehemia Pasal 2
Neh 2:1  Pada bulan Nisan tahun kedua puluh pemerintahan raja Artahsasta, ketika menjadi tugasku untuk menyediakan anggur, aku mengangkat anggur dan menyampaikannya kepada raja. Karena aku kelihatan sedih, yang memang belum pernah terjadi di hadapan raja,
Artahsasta, memahami penyebab kesedihan Nehemia, mengirimkan dia dengan surat dan sebuah komisi untuk membangun kembali tembok Yerusalem.  terjadilah dalam bulan Nisan bulan - ini sudah hampir empat bulan setelah ia mempelajari keadaan sepi dan menghancurkan Yerusalem (Neh. 1: 1). Alasan begitu lama penundaan tidak bisa dipastikan. 

Antara pasal 1 dengan pasal 2 dalam kitab nehemia ada selang waktu empat bulan. Yang jelas Nehemia berdoa khusuk selama periode tersebut. Tetapi jelas itu merupakan waktunya untuk menanti dan merenung. Nehemia meluangkan waktu untuk mencerna segalanya, mengevaluasi dan merenungkan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana ia bisa terlibat dalam mencarikan permasalahnnya. Ia merenungkan beberapa alternatif dan akhirnya Allah merelisasikan dalam pikiran dan hatinya, apa yang Ia kehendaki.

Melalui ayat-ayat berikutnya jelaslah bahwa Nehemia telah menyiapkan rencana-rencananya dengan matang. Masa penantian itu sangat penting bagi langkah-langkah berikutnya. Masa-masa penantian bisa menjadi masa penting di mana kita merealisasikan sasaran-sasaran kita. Ia juga pasti menantikan saat yang tepat untuk berbicara kepada sang raja, sebab Artahsasta pernah menghentikan upaya-upaya untuk memulihkan Yerusalem.[9] Orang-orang yang tergesa-gesa, gugup dan cepat marah, yang bertindak menurut dorongan hatinya, bukanlah pemimpin yang baik entah dalam bisnis atau gereja. Seandainya kita penuh pertimbangan dan tidak gegabah, kesalahan yang kita perbuat pasti akan lebih sedikit. Menimbang pro kontranya harus menjadi bagian dari pola berpikir seorang pemimpin seperti Nehemia yang melatih kesabarannya.

Neh 2:2  bertanyalah ia kepadaku: "Mengapa mukamu muram, walaupun engkau tidak sakit? Engkau tentu sedih hati." Lalu aku menjadi sangat takut.
Semua orang harus tampak gembiar dan gagah di hadapan sang raja. Jadi ketika sang raja menanyakan mengapa Nehemia tampak muram, Nehemia menjadi sangat ketakutan karena ia bisa dihukum mati (hukuman mati dijatuhkan kepada para hamba yang bermuram-durja).[10]

Kesedihan hati Nehemia sangat terlihat jelas di mata Artahsasta, dapat dimungkinkan sang raja melihat raut wajah Nehemia yang sedang sedih. Sehingga Artahsasta iba dan mengajukan pertanyaan kepada Nehemia. Dan disinilah awal terjadinya dialog antara Arathsasta dengan Nehemia.

Pada kata “Lalu aku menjadi sangat takut”, Nehemia tidak menyembunyikan perkabungan dan kesedihannya. Tanpa topeng, ia tampil apa adanya. Psikolog mengatakan bahwa 80% kekuatan emosional kita seringkali digunakan untuk mengenakan topeng kita. Seringkali kita berusaha menjadi seseorang yang bukan diri kita. Ia malah sempat menegur Rasul Petrus karena mengenakan topeng ketika berkumpul bersama orang Yahudi.

Kita akan jauh lebih rileks kalau kita tidak berusaha menjadi seseorang yang bukan diri kita. Itu berarti kita mengakui apa yang tidak sanggup kita kerjakan. Ketika orang meminta nasihat kepada kita, kita mengatakan kita ini bukan penasihat besar melainkan pada dasarnya seorang yang mengerjakan proyek. Kita harus berusaha tidak mengenakan topeng, dan menjadi diri kita apa adanya, pada saat kita sedih, maka tidak harus ditutupi seperti Nehemia.

Neh 2:3  Jawabku kepada raja: "Hiduplah raja untuk selamanya! Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis dimakan api?"
Nehemia membuktikan integritasnya sebagai seorang bawahan, dan dia berhasil menggunakan protokol yang tepat dan tentunya Nehemia dapat menghormati atasannya dengan cara yang tepat. Yaitu dengan memulai kata-kata “hiduplah raja untuk selamanya!”.  Dan setelah menggunakan protokol yang tepat, tanpa basa-basi lagi, Nehemia langsung mengutarakan kesedihan hatinya kepada Artahsasta.  Sebagai seorang pemimpin , kita perlu mempunyai tatakrama yang baik dan mengetahui etiket. Ketika bekerja dengan klien atau orang dari kebudayaan lain, periksalah apa yang cocok secara kebudayaan mereka dan sesuaikanlah pendekatan kita.

Nehemia menyentuh sang raja dengan membicarakan tentang temapt yang paling sakral bagi keluarga kerajaan, yaitu tempat pemakaman nenek moyang mereka. Saat seorang raja penting di Mesir naik takhta ia langsung menyiapkan makamnya (kita tapat melihat pada piramida di Mesir). Dan melihat itu, sekarang sang raja menjadi paham dan simpatik terhadap kesedihan hati dari Nehemia.[11]

Penggunaan psikologi oleh Nehemia ini sungguh taktis dalam membicarakan topik yang tepat. Ia bisa saja menggunakan pendekatan lain seperti, “Bangsa saya menderita, atau kota yang menjadi bagian dari kekaisaran kita perlu dipulihkan”. Tidak. Nehemia tidak menyinggung Yerusalem melainkan menggunakan topik yang menyentuh hati sang raja, yaitu “tempat perkuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan...”. Kita harus peka dalam menggunakan kata-kata, karena apa yang diucapkan pemimpin sangat terlihat jelas kepribadiannya, sehingga harus memilih memakai kata-kata yang tepat dan terkadang perlu memakai kata-kata yang menyentuh, baik kepada rekan bisnis, dalam penggembalaan, dalam konseling dan sebagainya.

Neh 2:4  Lalu kata raja kepadaku: "Jadi, apa yang kauinginkan?" Maka aku berdoa kepada Allah semesta langit,
Melihat ayat ini, sekarang sang raja menjadi ingin lebih tahu, apa yang menjadi kesedihan hati Nehemia tentang kampung halamannya yang telah menjadi reruntuhan. Sang raja ingin mengetahui apa rencana Nehemia terhadap kampung halamannya.

Tentu Nehemia sudah berdoa dan merenung selama empat bulan terakhir, dan mengetahi apa yang diinginkannya. Di samping itu, ia justru sudah berdoa agar sangrajalah yang menanyakannya (Neh.1). nehemia hidup dalam kemewahan dan kemudahan dengan hamba-hamba serta pengawal di sekelilingnya. Tetapi sekarang ia ingin membela diri dalam situasi yang terjepit. Ia mau melayani dan membuktikan Allah.

Nehemia juga bergantung kepada Allahnya. Doa singkat Nehemia sangat efektif, sebab ia sudah empat bulan berdoa. Juga ia telah berpuasa dan merenungkan segalanya selama 120 hari penunggunnya. Ia mengetahui apa yang perlu dikerjakan. Pemimpin yang baik itu tidaklah mengandalkan dirinya sendiri, melainkan mengetahui siapa sumber hikmat yang melampaui segala akal itu, yaitu Allah! Kebesaran Nehemia datang dari mengajukan hal-hal besar kepada Allah yang besar dan mengupayakan hal-hal besar sambil bersandar kepada-Nya.

Neh 2:5  kemudian jawabku kepada raja: "Jika raja menganggap baik dan berkenan kepada hambamu ini, utuslah aku ke Yehuda, ke kota pekuburan nenek moyangku, supaya aku membangunnya kembali."
Nehemia tidaklah mengatakan: “ya, kami adalah pengungsi, dan sekarang sudah waktunya kami pulang ke negeri kami sendiri. Mereka telah melakukan ketidak-adilan terhadap kami dan seharusnya kami merubut kembali hak-hak dan milik kami. Saya ingin pulang!” tidak. Dengan lembut Nehemia menuntun sang raja selangkah demi selangkah kepada permintaan terakhir untuk pergi ke Yerusalem. Yaitu menggunakan kata “jika raja menganggap baik dan berkenan kepada hambamu ini, utuslah aku...”. Secara diplomatis Nehemia membicarakan topiknya, hingga akhirnya ia sendiri membuat usulan. Ia membiarkan sang raja yang mengambil keputusan dan ingin diutus oleh sang raja. Tidak pernah ia menggunakan manipulasi. Disini terlihat jelas pada diri Nehemia sebagai seorang pemimpin dikemudian hari bahwa ia menjadi seorang pemimpin yang mengetahui apa artinya patuh!

Neh 2:6  Lalu bertanyalah raja kepadaku, sedang permaisuri duduk di sampingnya: "Berapa lama engkau dalam perjalanan, dan bilakah engkau kembali?" Dan raja berkenan mengutus aku, sesudah aku menyebut suatu jangka waktu kepadanya.
Nehemia pasti telah mengkalkulasikan dengan teliti, rencana-rencana perjalananya, dan waktu membangun beserta jadualnya. Segalanya telah disiapkannya dengan matang dalam pikirannya. Mungkin tabel jadwalnya dipasang di dinding dimana ia sering melihatnya. Pemimpin mengetahui bagaimana cara menyusun rencana dan mengetahui ke mana mereka harus menuju.

Sekarang Nehemia memberi sang raja jadwal yang pasti serta rinci yang dapat diterima oleh atasannya. Terlalu banyak pemimpin itu plin-plan dan tidak dapat dipercaya perkataannya. Usulan-usulan yang samar dan jadwal yang terlalu sering berubah tidaklah menginsipirasikan keyakinan. Alkitab mengatakan : katakanlah ya bila ya dan tidak bila tidak. Kita harus belajar dari Nehemia untuk dapat mengetahui kerangka waktu dan membuat komitmen-komitmen yang pasti.

Neh 2:7  Berkatalah aku kepada raja: "Jika raja menganggap baik, berikanlah aku surat-surat bagi bupati-bupati di daerah seberang sungai Efrat, supaya mereka memperbolehkan aku lalu sampai aku tiba di Yehuda.
Nehemia pasti sudah mengetahui masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam perjalanannya menuju kampung halamannya, itulah sebabnya Nehemia meminta “surat rekomendasi”, karena ita tidak mau menghadapi suatu kesulitan ketika melintasi berbagai propinsi. Penundaan sama sekali tidak dapat diterimanya. Ia mengetahui sikap yang picik dari banyak gubernur di wilayah itu dan bertekad untuk tidak mengalam penundaan dalam perjalanannya. Sebagai seorang pemimpin, kita harus mengetahui persis kebutuhan mereka dan menyusun rencana dengan seksama, sehingga kita dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi.

Neh 2:8  Pula sepucuk surat bagi Asaf, pengawas taman raja, supaya dia memberikan aku kayu untuk memasang balok-balok pada pintu-pintu gerbang di benteng bait suci, untuk tembok kota dan untuk rumah yang akan kudiami." Dan raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku.
Jauh sebelum waktunya Nehemia telah mengatur bahan-bahan bangunannya. Ia paham akan konsep “pas pada waktunya”. Nehemia mengetahui siapa saja pejabar dengan siapa dia harus berurusan. Ia tidak mau membuat frustasi para pekerja yang tidak mempunyai bahan-bahan bangunan yang diperlukan. Pekerjaannya jangan sampai tertunda karena kekurangan kayu. Mengambil langkah pendekatan langsung dengan cara mendatangi orang yang mempunyai apa yang kita inginkan dan memintanya merupakan strategi yang luar biasa berharga, bukan saja dalam bisnis melainkan dalam setiap bidang kehidupan. Pandangan jauh ke depan dan perencanaan yang baik adalah sangat penting dan mutlak perlu.

Pertama-tama Nehemia memberi Allah segala kemuliaan atas persediaan yang ia peroleh. Kedua, fakta bahwa ia harus meminta tolong kepada sang raja menambah kerendah hatinya. Ia harus menyatakan kebutuhannya akan visa masuk, bahan-bahan bangunan yang diperlukan, dan perlindungan selama perjalanan. Ia tahu betul, bahwa hanya Allah seorang yang mungkin menyentuh atasannya, bukan orang percaya, untuk memenuhi segala permintaannya itu. Seorang pemimpin itu harus menjalin hubungan dengan Allah dan sesamanya.

Neh 2:9  Maka datanglah aku kepada bupati-bupati di daerah seberang sungai Efrat dan menyerahkan kepada mereka surat-surat raja. Dan raja menyuruh panglima-panglima perang dan orang-orang berkuda menyertai aku.
Nehemia tidaklah terlalu sombong untuk menerima bantuan yang ditawarkan dari raja yang masih menyembah berhala itu. Nehemia memandangnya dan juga menerimanya sebagai berkat dari Allah. Pemimpin menyadari akan kebutuhan mereka dan tidak menganggap bahwa mereka mengetahui segalanya dan sanggup beridirn sendiri. Mereka menyadari bahwa kita membutuhkan satu sama lain dan tidak mungkin menjalankannya seorang diri.

Allah menetapakan kita untuk saling bergantung terhadap sesama. Gereja dan bisnis perlu menjangkau dan mengetahui kebutuhan mereka serta menerima bantuan dari sumber-sumber daya di luar lingkup mereka sendiri, karena orang yang bertanggung jawab menerima bantuan dari sesamanya. Surat-surat dari sang raja itu merupakan surat kepercayaan penting bagi Nehemia dan ia tidak menyembunyikannya. Ia tahu betapa berharganya rekomendasi sang raja dan menggunakan sepenuhnya.

Neh 2:10  Ketika Sanbalat, orang Horon, dan Tobia, orang Amon, pelayan itu, mendengar hal itu, mereka sangat kesal karena ada orang yang datang mengusahakan kesejahteraan orang Israel.
Akhirnya Nehemia harus menghadapi kesulitan-kesulitan yang memang sudah ada dalam perencanaan Nehemia. Petinggi-petinggi setempat sangat kesal dengan surat rekomendasi tersebu, mungkin disebabkan juga karena mereka membenci bangsa Israel, sehingga mereka jadi tidak suka apabila ada orang tertentu yang datang untuk mengusahakan kesejahteraan untuk orang Israel.

Neh 2:11  Maka tibalah aku di Yerusalem. Sesudah tiga hari aku di sana,
Selama tiga hari Nehemia hanya berusaha mengenali wilayah tersebut. Nehemia tidak terburu-buru untuk mengerjakan proyeknya, dia berusaha sengan teliti untuk merencakan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Seorang pemimpin tidak akan berkerja dengan tergesa-gesa.

Neh 2:12  bangunlah aku pada malam hari bersama-sama beberapa orang saja yang menyertai aku. Aku tidak beritahukan kepada siapapun rencana yang akan kulakukan untuk Yerusalem, yang diberikan Allahku dalam hatiku. Juga tak ada lain binatang kepadaku kecuali yang kutunggangi.
Dalam soal waktu, kita mengenal kata Chronos, yaitu garis waktu yang kontinu. Tetapi kita juga mengenal kata Kairos, yaitu momen singkat dalam sejarah. Kita perlu jeli melihat momen-momen Kairos yang menentukan itu. Jendela peluang itu hanya terbuka beberapa jam di tengah malam bagi Nehemia, dan itulah yang dimanfaatkannya dengan efektif. Seorang pemimpin harus mengetahui kapan pleuang itu tercipta sehingga tidak melewatkan peluang pada sautu saat tertentu, peluang itu dapat saja tidak akan datang lagi, sehingga pemimpin harus jeli dalam melihat peluang ini.

Nehemia membawa serta hanya beberapa orang terpilih dan keledai yang mereka tunggangi. Nehemia sangat waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi, sehingga ia tidak langsung mempercayakan rencanannya kepada setiap orang. Karena apabila ada salah sedikit saja, dan ada oknum tertentu yang ingin menjatuhkan bangsa Israel, kandaslah sudah dan sia-sia semua yang sudah direncanakan Nehemia. Dan tentunya Nehemia tidak sembarang memilih, karena jelas terdapat kata “... yang diberikan Allahku dalam hatiku” sehingga ia hanya memilih sesuai yang Allah beritahukan, atau dapat kita sebut Nehemia mendoakan sebuah tim untuk melangsungkan perencanannya. Jadi dapat dipastikan Nehemia sangat bergantung kepada Allah pada setiap pekerjaan dan perencanaan yang dia lakukan. Seorang pemimpin itu harus mengetahui bagaimana caranya membentuk tim-tim yang kecil, gesit, dan fleksibel.

Neh 2:13  Demikian pada malam hari aku keluar melalui pintu gerbang Lebak, ke jurusan mata air Ular Naga dan pintu gerbang Sampah. Aku menyelidiki dengan seksama tembok-tembok Yerusalem yang telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya yang habis dimakan api. Neh 2:14  Lalu aku meneruskan perjalananku ke pintu gerbang Mata Air dan ke kolam Raja. Karena binatang yang kutunggangi tidak dapat lalu di tempat itu, Neh 2:15  aku naik ke atas melalui wadi pada malam hari dan menyelidiki dengan seksama tembok itu. Kemudian aku kembali, lalu masuk melalui pintu gerbang Lebak. Demikianlah aku pulang.

Peluang yang didapatkan oleh Nehemia, digunakan dengan efektif, dia meneliti bagian tertentu yang akan dibangunnya, yaitu bagian yang sudah habis dimakan api. Nehemia ingin mengetahui dengan tepat di mana kerusakannya dan apa yang perlu diperbaiki. Dengan teliti, Nehemia menggunakan peluang di malam hari ini untuk mensurvei, sehingga pada saatnya harus bekerja, dia dapat bekerja dengan maksimal. Dapat dimungkinkan bahwa Nehemia membawa peralatan untuk melaksanakan perencanaan berikutnya, seperti kertas dan alat tulis. Sehingga hasil survei yang dilakukan tidak menjadi sia-sia. Pemimpin harus mengetahui kapan harus langsung bergerak, kapan harus mensurvei untuk bergerak.

Neh 2:16  Para penguasa tidak tahu ke mana aku telah pergi dan apa yang telah kulakukan, karena sampai kini aku belum memberitahukan apa-apa kepada orang Yahudi, baik kepada para imam, maupun kepada para pemuka, kepada para penguasa dan para petugas lainnya.
Nehemia mendatangi para pemimpin kepala rohani, imam-imam, lalu ke para pemimpin politik dan warga, baru orang-orang berpengaruh lainnya dan akhirnya publik. Pemimpin itu harus memahami rantai komando, sehingga dalam melaksanakan tugas tanggung jawabnya tidak melangkahi orang-orang, atau oknum tertentu. Sehingga semua pekerjaan dapat berjalan dengan lancar.

Neh 2:17  Berkatalah aku kepada mereka: "Kamu lihat kemalangan yang kita alami, yakni Yerusalem telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar. Mari, kita bangun kembali tembok Yerusalem, supaya kita tidak lagi dicela."
Nehemia memberitahu mereka secara fakta, apa yang mereka lihat setiap hari dan bahwa mereka memalukan semua orang. Itu adalah sesuatu yang mereka sepakati, sebab setiap harinya mereka hidup dalam kesengsaraan dan ejekan. Mereka sendiri frustrasi karena reruntuhan itu dan tidak tahan lagi akan ejekan orang-orang itu. Bahkan orang Yahudi di Yerusalem dikritik dan difitnah oleh orang-orang yang menjadi musuh iman mereka. Tetapi Nehemia tidak menyalahkan mereka, melainkan menekankan seriusnya situasinya dan berempati terhadap mereka : Kita sedang mengalami kesulitan bersama-sama.

Kalau kita menginginkan kerjasama sesama, mulailah dengan apa yang akan mereka semua sepakati. Semua orang tahu di mana bagian yang sakit dan menginginkan kelegaan. Mereka sendiri tahu bahwa mereka pelru memperbaiki situasi mereka yang buruk. Barulah mereka terbuka terhadap perubahan dan siap mendengarkan penjelasan kita lebih lanjut. Seorang pemimpin harus mengetahui fakta-fakta yang ada dan menyampaikan fakta tersebut kepada publik, sehingga publik itu pun juga dapat melihat fakta yang memang sedang terjadi.

Bangsa Israel paham bahwa Nehemia mempunyai rencana yang telah dipertimbangkan masak-masak. Ia memberi inspirasi kepada semua orang dan orang-orang yakin terhadapnya. Usulan Nehemia membuat mereka bersemangat, sebab itulah yang sudah lama mereka impikan, tetapi tidak sanggup mereka kerjakan. Sekarang mereka mempunyai keberanian dan masa depan.

Di akhir kalimat dalam ayat 17 ini, Nehemia berkata “...supaya kita tidak lagi dicela”. Disini kita dapat belajar untuk dapat memberikan manfaat dari pekerjaan yang kita lakukan, atau manfaat dari sebuah perintah yang diberikan seorang pemimpin. Janganlah menuntut ketaatan secara membabi buta, melainkan bertahukanlah apa yang akan dihasilkan dari tindakan-tindakan mereka itu dan bahwa mereka sendiri akan memetik manfaatnya.

Neh 2:18  Ketika kuberitahukan kepada mereka, betapa murahnya tangan Allahku yang melindungi aku dan juga apa yang dikatakan raja kepadaku, berkatalah mereka: "Kami siap untuk membangun!" Dan dengan sekuat tenaga mereka mulai melakukan pekerjaan yang baik itu.
Hidup dalam kekalahan membuat keyakinan mereka rendah. Adlaah tanggung jawab para pemimpin, untuk membangkitkan orang-orangnya ke tingkatan keyakinan yang akan mendorong mereka untuk mengambil tindakan. Nehemia menceritakan bagaimana sang raja memberikannya izin bekerja (cuti), surat rekomendasi, bahan bangunan yang dibutuhkan serta perlindungan militer dari sang raja.

Cara raja yang menyembah berhala itu menanggapi permintaan Nehemia sungguh membesarkan hati mereka. Cerita Nehemia membuat mereka demikian bersemangatnya sehingga mereka segera bertindak. Sekarang keyakinan mereka telah meningkat. Seorang pemimpin harus mendorong orang percaya kepada Allah dengan memimpin dalam iman sekaligus dalam tindakan. Bahkan mereka berkata “kami siap untuk membangun!”, kepercayaan yang sudah luntur itu telah kembali, dan dengan semangat mereka siap membangun tembok Yerusalem. Pemimpin itu perlu sadar akan sinergi. Kinerja semua orang akan memberikan kontribusi terhadap hasil keseluruhan yang lebih besar. Kelompok yang s’luruh anggotanya aktif menjadi lebih dari sekedar penjumlahan dari bagian-bagiannya.

Neh 2:19  Ketika Sanbalat, orang Horon, dan Tobia, orang Amon, pelayan itu, dan Gesyem, orang Arab, mendengar itu, mereka mengolok-olokkan dan menghina kami. Kata mereka: "Apa yang kamu lakukan itu? Apa kamu mau berontak terhadap raja?"
Ujian sejati terhadap seorang pemimpin adalah bagaimana ia menghadapi krisis dan bereaksi terhadap oposisi. Musuh mengejek dan mengatakan bahwa Nehemia memberontak terhadap penguasa. Sesungguhnya, Allah telah menolong mereka dengan  demikian ajaibnya dan Ia akan menolong mereka menyelesaikan pekerjaan yang telah mereka mulai. Nehemia tidak melakukan pertengkaran dengan mereka. Ia tidak membela diri  dengan mengatakan bahwa ia tidak memberontak terhadap raja. Ia hanya menyatakan apa yang ia yakini, yaitu bahwa ia akan meraih sukses yang diberikan Allah. Selain itu ia menekankan tekad semua orang untuk memulihkan tembok Yerusalem itu.

Neh 2:20  Aku menjawab mereka, kataku: "Allah semesta langit, Dialah yang membuat kami berhasil! Kami, hamba-hamba-Nya, telah siap untuk membangun. Tetapi kamu tak punya bagian atau hak dan tidak akan diingat di Yerusalem!"
Sekali lagi Nehemia mengagungkan nama Allah semesta langit, dan dia tidak menjadi sombong untuk hal ini, Nehemia menyadari, memang ia adalah orang yang memicu pembangunan tembok Yerusalem, tetapi dia sadar sepenuhnya bahwa tanpa campur tangan Allah, pekerjaan dan perencanaan yang dilakukan akan menjadi sia-sia. Sehingga Nehemia dengan lantang berkata “Dialah yang membuat kami berhasil!”.

Selain itu, Nehemia juga membuat pernyataan kepada orang-orang atau oknum yang menghina bangsanya, bahwa mereka tidak punya bagian atau hak sedikitpun atas Yerusalem ini, bahkan diingat pun tidak. Pernyataan ini menegaskan kepada mereka, bahwa mereka tidak dapat memetik keuntungan apa pun dari karyanya dan mereka tidak akan turut menikmati hasilnya kelak. Bahkan mereka menentang rencana Allah sepenuhnya. Keyakinan Nehemia berawal dari keyakinanya kepada Allah yang disembahnya, yaitu Allah orang Israel.
-==(00o00)==-

C.             Kepustakaan
1)      Lasor, W., Hubbard, D.A., Bush, F.W, Pengantar Perjanjian Lama 1, Taurat & Sejarah, Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia, 2010.
2)      Lack, Rudi, 101 Prinsip-prinsip Kepemimpinan dari kitab Nehemia, Jakarta : YASKI, 2004 cet.1.
3)      Baxter, J.Sidlow, Menggali Isi Alkitab 1, Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1989.
4)      Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
5)      Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab. Jakarta: LAI, 1996.


-==(00o00)==-



[2] W. Lasor, D.A. Hubbard, F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1, Taurat & Sejarah. (Jakarta:PT.BPK Gunung Mulia,2010), hlm.425
[3] Ibid, hlm.425
[9] Rudi Lack. 101 Prinsip-prinsip Kepemimpinan dari kitab Nehemia. (Jakarta:YASKI,2004), hlm.14
[10] Ibid, hlm.16
[11] Ibid, hlm.20