Welcome....

Selamat datang teman-teman. Saya Paulus yang biasa dipanggil PaO. Saya rindu sekali untuk membuat artikel. Disinilah saya menuangkan semua hasil pemikiran. Saya beri judul pada Blog ini, Reflection Results. Ini semua hasil pemikiran, ide, refleksi dari saya sendiri. Apabila ada kata-kata atau kalimat dari orang lain, saya berikan footnote atau resensi tulisan. Saya yakin anda mendapat pelajaran yang baik pada saat anda membacanya. Bila teman-teman sedang ada waktu, boleh sekalian dikasih komentarnya dalam setiap artikel yang dibaca. Bila ada yang tidak setuju juga tidak masalah :D all praise to Jesus! praise for ever!!

Selamat Membaca. Tuhan Yesus Kristus Memberkati.

Penulis : Pdp. Paulus Igunata Sutedjo, M.Th.

Labels

Friday, November 13, 2015

Belajar dari Rasul Yohanes 4: Consistent & Persistent - Matius 26:56; Yohanes 19:26-27



Semua murid Yesus melarikan diri saat Yesus ditangkap di Getsemani. Ironis sekali, saat gurunya mengalami masalah, murid-muridNya lari meninggalkanNya termasuk Yohanes. Tetapi apakah Yohanes terus menerus lari meninggalkan Yesus sampai akhir hidupNya? Bila kita baca lebih teliti, Alkitab mencatat bahwa ternyata Yohanes tetap mendampingi Yesus sampai Ia meninggal di kayu salib. Sekalipun tidak ada kata-kata secara langsung dalam Injil Yohanes 19:26-27, bahwa murid yang dikasihi Yesus adalah Yohanes, namun menurut tradisi yang dimaksud Yesus saat itu adalah Yohanes. Kepada dialah Maria dipercayakan oleh Yesus menjelang ajalNya. Berarti Yohanes tetap mendampingi gurunya sampai akhir hidupNya. Hal ini membuktikan, bahwa Yohanes adalah murid yang setia. Ia telah menjalin hubungan yang baik dengan Yesus, gurunya, sampai akhir kehidupanNya di bumi.

Kata kesetiaan dalam bahasa ibrani adalah 'ĕmûnâh yang berarti kokoh, tidak tergoyahkan, dan tidak berubah. Ciri-ciri orang seperti ini adalah orang yang consistent dan persistent. Dalam menjalin hubungan dengan Tuhan, kita harus consistent. Artinya, selalu mengutamakan Tuhan di dalam kehidupan sekalipun masalah menerpa hidup kita. Salah satu cara supaya kita tetap menjaga kekonsistenan hubungan dengan Tuhan adalah membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Kata "setiap hari" membuat kesan jenuh, karena kita harus melakukan hal tersebut berulang-ulang di tiap harinya. Namun kita harus ingat, bahwa selain kebutuhan jasmani, kita juga harus memenuhi kebutuhan rohani. Melalui cara ini kita akan semakin mengenal Tuhan. Seperti yang dilakukan Dodi. Setiap hari senin, Dodi pergi ke kantor lebih awal untuk merenungkan kembali firman Tuhan yang telah ia terima hari Minggu kemarin. Dengan cara seperti ini, kerohanian Dodi semakin kuat. Ia semakin mengenal Tuhan. Sehingga saat ia menghadapi masalah, Dodi tidak langsung menyerah tetapi langsung berserah kepada Tuhan!      

Selain itu, kita juga harus persistent. Artinya, kita harus gigih menjaga kekonsistenan hubungan dengan Tuhan sampai akhir! Jadi tidak setengah-setengah dalam menjalin hubungan dengan Tuhan. Seperti yang ditulis dalam kitab Wahyu 2:10b, bahwa orang yang setia sampai mati akan dikaruniakan mahkota kehidupan. Agar kita dapat setia sampai mati, kita jangan hanya sekadar membaca dan merenungkan firman Tuhan saja, namun kita juga harus melakukan firman Tuhan itu di dalam kehidupan sehari-hari! Dibutuhkan kegigihan yang stabil untuk dapat menjalin hubungan dengan Tuhan sampai akhir kehidupan kita di bumi. Seperti yang dilakukan Rasul Paulus. Ia berhasil mencapai garis finish kehidupan dengan menjaga hubungannya dengan Tuhan. Kesetiaan diuji oleh waktu, untuk itu marilah kita consistent dan persistent dalam menjalin hubungan dengan Tuhan di kehidupan kita.


Kesetiaan tidak bisa dibuktikan lewat ucapan, 
tetapi dapat dibuktikan lewat waktu.

Tuesday, November 10, 2015

Belajar dari Rasul Yohanes 3: Yohanes VS Orang-Orang Samaria - Lukas 6:27; 9:51-54; Kisah Para Rasul 8:14-15, 25



Kemarin kita belajar tentang kearoganan Yohanes. Salah satunya adalah sikap Yohanes terhadap orang-orang Samaria. Ketika orang-orang Samaria tidak mau menerima Yesus di suatu desa orang Samaria, Yohanes dan saudaranya ingin membinasakan mereka! Sampai akhirnya Yesus menegurnya dan mereka pergi ke desa yang lain. Jelas sekali ketidaksukaan Yohanes terhadap orang-orang Samaria dalam kisah itu. Yohanes adalah putera Zebedeus dan ia seorang nelayan Galilea, berarti sangat mungkin Yohanes adalah orang Yahudi. Saat itu orang Yahudi dan orang Samaria saling memusuhi. Sekalipun Yohanes sudah mendapatkan pengajaran tentang mengasihi musuh oleh Yesus, nampaknya ia masih kesulitan untuk menerapkan pengajaran tersebut di dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari sikapnya yang ingin membinasakan orang-orang Samaria, saat mereka menolak Yesus yang notabene adalah orang Yahudi.

Namun perubahan secara radikal terjadi dalam diri Yohanes setelah Yesus terangkat ke Sorga! Dalam Kisah Para Rasul 8 dicatat, bahwa ketika Yohanes dan Petrus diutus ke tanah Samaria, mereka berdoa supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Bahkan setelah itu, dalam kepulangannya ke Yerusalem, mereka menyempatkan untuk memberitakan Injil dalam kampung-kampung di Samaria. Berarti Yohanes juga memiliki kerinduan yang mendalam supaya orang-orang Samaria banyak yang bertobat dan menerima injil. Yohanes sudah menerapkan pengajaran Yesus tentang mengasihi musuh. 

Mengasihi musuh adalah hal yang sangat sulit. Tentu harus melewati proses yang sangat panjang. Yohanes pun juga melewati proses, sampai akhirnya ia berhasil mengasihi musuhnya. Musuh adalah lawan atau orang yang bertengkar dengan kita. Jadi sangat mungkin musuh itu adalah orang yang paling dekat dengan kita. Mungkin musuh itu adalah suami, istri, anak, mantu, mertua atau bisa jadi orangtua kita sendiri. Karena saat kita berelasi dengan seseorang, kemungkinan besar kita akan mengalami konflik, sehingga hal tersebut membuat kita bertengkar dengan orang tersebut. Masalahnya adalah, apakah kita tetap mampu mengasihi musuh atau lawan kita?

Suatu hari seorang hamba Tuhan menuding langsung kepada Tono yang lagi duduk di bangku jemaat dari depan mimbar. Ia mengatakan bahwa kinerja pelayanan Tono tidak baik. Saat itu banyak jemaat yang mendengarkannya. Tono tidak bisa mengasihi hamba Tuhan tersebut, karena bagi Tono hamba Tuhan itu adalah musuhnya. Namun dengan dukungan dari rekan-rekan sepelayanan, akhirnya Tono pun dapat belajar untuk mengasihi musuhnya itu, sampai akhirnya ia dapat mengampuni. Seperti kata Alfred Plummer, "Membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis; membalas kebaikan dengan kebaikan adalah tabiat manusiawi; membalas kejahatan dengan kebaikan adalah tabiat ilahi." 


Kebaikan dibalas kebaikan adalah hal yang biasa. 
Kejahatan dibalas kebaikan adalah kemenangan terbesar!

Monday, November 9, 2015

Belajar dari Rasul Yohanes 2: Rasul Yang Arogan - Markus 9:38; 10:35-37; Lukas 9:54


Yohanes dikenal dengan rasul kasih, namun sebelum mendapat julukan itu, Yohanes adalah seorang rasul yang arogan. Mungkin hal ini sulit diterima, karena arogan artinya adalah sombong, congkak, dan angkuh. Bila kita melihat tulisan Yohanes dalam Injil Yohanes dan surat 1-3 Yohanes, kita akan mengenal Yohanes sebagai seorang yang penuh kasih. Namun pada kenyataannya, Yohanes adalah rasul yang arogan. Berikut kita akan melihat kearoganannya dalam alkitab.

Saat Yohanes melihat ada seseorang yang bukan pengikut Yesus mengusir setan demi nama Yesus, ia langsung mencegahnya tanpa minta izin terlebih dahulu kepada Yesus, padahal Yesus tidak mempermasalahkan hal itu. Dalam kisah yang lain, Yohanes dan saudaranya pernah mengajukan permintaan kepada Yesus, supaya mereka dapat duduk dalam kemuliaanNya kelak, yang seorang di sebelah kananNya dan yang seorang di sebelah kiriNya. Permintaan mereka itu terlalu arogan, seakan-akan hanya mereka berdua yang layak menempati di sebelah sisi kanan dan kiri Yesus. Kearoganan Yohanes belum selesai sampai di sini. Ketika Yesus mengirim beberapa utusan untuk masuk ke suatu desa orang Samaria, orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Yesus. Saat itu Yohanes dan saudaranya dengan arogannya minta izin kepada Yesus supaya mereka dapat menyuruh api turun dari langit sehingga dapat membinasakan orang-orang Samaria itu, namun Yesus menegurnya sehingga akhirnya mereka pergi ke desa yang lain. Dari tiga kisah yang berbeda tentang Yohanes, kita dapat melihat kearoganannya. Orang yang arogan adalah orang yang merasa paling pintar dan paling hebat, sehingga susah untuk belajar dari orang lain. 

Orang yang arogan biasanya menonjolkan superioritasnya, tentunya Tuhan tidak suka kita bersikap seperti ini. Memang sudah terbukti dalam beberapa kasus di dunia ini. Contohnya seorang Presiden Brazil yang bernama Tancredo Neves. Selagi kampanye, ia berkata, "Bila mendapat 500.000 suara dari anggota partai saya, maka tidak ada yang dapat mendepak saya dari posisi presiden, bahkan Tuhan sendiri!" Akhirnya, ia mendapat lebih dari 500.000 suara, tapi sehari sebelum peresmian jabatannya ia sakit dan mati. Begitu juga dengan kisah nyata seorang perancang kapal Titanic. Setelah pembangunan kapal Titanic, seorang reporter bertanya, "Seberapa amankah kapal Titanic tersebut?" Dengan nada mengejek perancang kapal Titanic menjawab, "Tuhan pun tidak akan bisa menenggelamkannya." Kenyataannya kapal Titanic tenggelam pada malam 14 April 1912 sampai pagi 15 April 1912 di Samudra Atlantik Utara karena menabrak gunung es.

"Di atas langit masih ada langit!" kalimat ini seharusnya mengingatkan kepada kita, bahwa ketika kita merasa lebih hebat atau pandai, jangan lupa masih ada orang lain yang lebih hebat atau lebih pandai dari kita.


Ketika kita tidak mau belajar dari orang lain, 
kita sedang menonjolkan arogansi kepintaran kita. 

Sunday, November 8, 2015

Belajar dari Rasul Yohanes 1: Lingkaran Relasi Terdekat Yesus - Markus 5:37; 9:2&9; 14:32-34


Sadar ataupun tidak, kita pasti memiliki lingkaran relasi dalam bersosialisasi. Paling tidak kita memiliki 4 lingkaran relasi. Lingkaran keempat yang paling luar, biasanya disebut dengan kenalan; lingkaran ketiga disebut dengan teman; lingkaran kedua disebut dengan sahabat; dan lingkaran pertama yang paling dalam disebut dengan sahabat karib. Yohanes termasuk lingkaran pertama yang paling dalam. Jadi dapat dikatakan, bahwa Yohanes adalah salah satu sahabat karibnya Yesus. Kita dapat membuktikannya dengan ayat-ayat Alkitab yang sudah kita baca di atas. 

Bukti pertama, Yohanes dapat diandalkan oleh Yesus. Selain Petrus dan Yakobus, Yohanes mendapat kepercayaan untuk dapat melayani bersama Yesus di rumah Yairus, sementara yang lainnya tidak diperbolehkan masuk kecuali mereka bertiga, Yairus, dan istrinya. Yohanes mendapat kepercayaan tersebut karena ia dapat diandalkan oleh Yesus. Kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan dengan sesama manusia lainnya. Terkadang kita membutuhkan bantuan seorang sahabat, namun tidak semua sahabat memiliki hati yang tulus untuk membantu kita. Hanya sahabat kariblah yang dapat membantu kita dengan hati yang tulus. Sahabat seperti ini adalah sahabat yang dapat diandalkan seperti Yohanes.     

Bukti kedua, Yohanes dapat menjaga rahasia Yesus. Yohanes adalah salah satu sahabat Yesus yang dapat mengemban tanggung jawab untuk tidak menceritakan kepada seorang pun tentang kejadian Yesus yang berubah rupa di gunung yang tinggi. Bila kita ingin menilai seseorang layak dijadikan sahabat, cobalah untuk memberinya rahasia kecil yang kita miliki. Apakah ia dapat menjaganya dengan baik? Bila iya, cobalah beri tanggung jawab yang lebih besar, yakni rahasia yang lebih besar dari sebelumnya. Bila ia tetap menjaga rahasia tersebut, maka orang tersebut layak menjadi sahabat karib kita.

Bukti ketiga, Yohanes dapat menjadi tempat curahan hati Yesus. Sebelum Yesus ditangkap, ia berdoa di Getsemani kepada Bapa di Sorga. Saat itu, Yesus hanya membawa tiga sahabat terdekatnya, salah satunya adalah Yohanes. Sebagai manusia, saat itu Yesus sangat takut dan gentar. Bahkan Ia sempat mengatakan, "... seperti mau mati rasanya ..." Yesus membutuhkan seseorang yang dapat mengerti keadaanNya, walau tidak mungkin dapat mengerti 100%. Yohanes menjadi salah satu sahabatNya yang berhasil menjadi tempat curahan hatiNya saat itu.

Tiga hal yang sudah dijelaskan di atas membuktikan bahwa Yohanes layak menempati lingkaran relasi terdekat Yesus. Tidak sekadar menjadi muridNya, Yohanes juga sukses menjadi sahabat yang dapat diandalkan, dapat menjaga rahasia, dan dapat menjadi tempat curahan hati. Sebelum mencari sahabat seperti Yohanes, alangkah baiknya bila kita berlaku terlebih dahulu seperti Yohanes, sehingga kita menjadi sahabat karib yang baik dalam berelasi.



Orang yang karib dengan kita, belum tentu menjadi sahabat karib. 
Sahabat karib, sudah pasti menjadi orang yang karib.

Saturday, November 7, 2015

The Impossible Love - Matius 5:44

Marietha berumur 37 tahun. Ia seorang biarawati yang berkarya di Kupang. Beberapa tahun yang lalu ia divonis menderita kanker payudara stadium 1B oleh dokter dari R.S. Panti Rapih di Yogyakarta. Akhirnya Marietha berusaha minum obat-obatan tradisional dan teh hijau selama 1 tahun. Namun setelah ia melakukan pemeriksaan kembali di R.S. Panti Rapih, ternyata kanker payudaranya bertambah stadiumnya menjadi 2B. Tidak lama kemudian ada seorang ibu dari Semarang menganjurkan Marietha untuk minta didoakan oleh Romo Yohanes Indrakusuma, O. Carm. Marietha pun menurut dan akhirnya ia bertemu dengan Romo Yohanes dan minta didoakan oleh beliau. Saat Romo Yohanes menumpangkan tangan di atas kepala Marietha, dia berkata, "Suster pasti meyimpan dendam yang sudah lama kepada seseorang di hati suster." Mendengar hal itu, Marietha tak kuasa menahan air matanya, lalu Ia berkata, "Benar romo, saya memang membenci ayah saya sejak SMP, karena ayah saya telah mengkhianati ibu, dua kakak, dan saya sendiri. Kami diusir dari rumah, kemudian ayah dan seorang wanita menempati rumah yang sudah bertahun-tahun kami tempati itu. Sejak saat itu ibu saya sakit dan akhirnya meninggalkan kami selama-lamanya. Setelah kejadian itu, saya memendam kebencian terhadap ayah." Romo Yohanes pun akhirnya menyatakan, bahwa penyebab penyakit Marietha adalah karena ia belum mau mengampuni ayahnya. 

Romo Yohanes menganjurkan kepada Marietha untuk dapat mengampuni ayahnya, serta membuktikannya dengan perbuatan. Setelah itu, Marietha minta izin dari kewajibannya selama 6 bulan untuk merawat ayahnya yang ternyata sedang terkena penyakit stroke. Selama 6 bulan, Marietha merawat ayahnya dengan kasih yang tulus. Selama 6 bulan ia tidak minum obat. Setelah masa cuti selesai, Marietha memutuskan untuk melakukan pemeriksaan kembali di R.S. Panti Rapih. Setelah diperiksa, dokter yang merawat Marietha sangat heran dan bertanya, "Suster minum obat apa selama ini?" Marietha pun menjawab, bahwa ia tidak minum obat-obatan. Dengan heran Marietha bertanya, "Apa yang sedang terjadi dengan dirinya?" Dokter menjawab dari hasil pemeriksaan darah maupun USG, semua hasilnya menyatakan, bahwa Marietha tidak menderita kanker payudara lagi! Marietha pun yakin, obatnya adalah pengampunan. Marietha telah melepaskan pengampuan kepada ayahnya.

Mungkin kita berpendapat, bahwa mengampuni orang yang kita benci adalah hal yang mustahil, karena orang tersebut tidak layak diampuni. Kisah Marietha memberi pelajaran kepada kita, bahwa kasih yang mustahil itu pun dapat kita berikan dengan cara mengampuni. 
Bahasa Yunani kata kasih dalam Mat 5:44 adalah agapao, artinya adalah kasih tanpa syarat, untuk itu berikanlah kasih tanpa syarat tersebut kepada orang-orang yang sebenarnya tidak layak mendapatkannya. Kasih yang mustahil menurut kita pun menjadi mungkin!

Mengasihi musuh adalah hal yang mustahil bagi kita. 
Namun tidak bagi Tuhan, untuk itu berdoalah kepadaNya!