Welcome....

Selamat datang teman-teman. Saya Paulus yang biasa dipanggil PaO. Saya rindu sekali untuk membuat artikel. Disinilah saya menuangkan semua hasil pemikiran. Saya beri judul pada Blog ini, Reflection Results. Ini semua hasil pemikiran, ide, refleksi dari saya sendiri. Apabila ada kata-kata atau kalimat dari orang lain, saya berikan footnote atau resensi tulisan. Saya yakin anda mendapat pelajaran yang baik pada saat anda membacanya. Bila teman-teman sedang ada waktu, boleh sekalian dikasih komentarnya dalam setiap artikel yang dibaca. Bila ada yang tidak setuju juga tidak masalah :D all praise to Jesus! praise for ever!!

Selamat Membaca. Tuhan Yesus Kristus Memberkati.

Penulis : Pdp. Paulus Igunata Sutedjo, M.Th.

Labels

Monday, September 27, 2010

Cara untuk Menumbuhkan KECERDASAN EMOSI


Sebelum membahas lebih dalam, ada baiknya kita melihat pengertian kecerdasan terlebih dahulu. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis, berhitung, sebagai jalur sempit ketrampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah), dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademis (menjadi professor). Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak melulu ini saja. Pandangan baru yang berkembang : ada kecerdasan lain di luar IQ, seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dll. yang harus juga dikembangkan.

Pada zaman sekarang banyak orang yang hanya mementingkan IQ (Kecerdasan Intelektual) sehingga EQ (Kecerdasan Emosi) seseorang sangat kurang. Dan ternyata bukan orang biasa saja yang mempunyai EQ rendah, bahkan pendeta pun banyak yang mempunyai EQ rendah.

Saya pernah melihat seorang pendeta yang saya kenal, sedang berkendara motor dengan sangat cepat. Pada saat itu adalah hari minggu, jadi saya berasumsi bahwa orang tersebut sedang mengejar jam khotbahnya. Mungkin waktunya sudah mepet. Dan saya sangat terkejut sekali, karena pendeta tersebut menyerempet seorang wanita tua, sehingga wanita tua tersebut jatuh dan barang-barang bawaanya berantakan. Lalu apa yang terjadi ? ternyata pendeta tersebut sama sekali tidak berhenti, bahkan tetap memacu motornya dengan sangat cepat. Sehingga banyak orang sekitarnya yang memanggil pendeta tersebut untuk kembali dan bertanggung jawab. Tetapi pendeta itu sama sekali tidak memperdulikan teriakan orang-orang sekitar.

Seperti yang saya sudah sebutkan, saya mengenal pendeta tersebut. Dan saya tahu, bahwa pendeta tersebut sering diundang khotbah di berbagai macam gereja. Saya juga tahu, bahwa dia adalah orang pintar, yang mempunyai kecerdasan intelektual tinggi. Bahkan pendeta tersebut mempunyai gelar S2 dibelakang namanya.

Dari banyaknya buku tentang kecerdasan emosi, saya belajar dari buku yang berjudul Emotitude, Josua Iwan Wahyudi (Young EQ Trainer Indonesia). Saya sangat diberkati lewat buku tersebut, dan saya juga ingin membagikan kepada saudara/i pembaca.

Dari sekian banyak cara untuk menumbuhkan kecerdasan emosi dari buku tersebut, saya akan membahas 3 cara untuk menumbuhkan kecerdasan emosi kita dari sudut pandang firman Tuhan, antara lain adalah sebagai berikut:

  1. You are what you think – Anda adalah apa yang anda pikirkan.
Amsal 4 : 23 - Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.

Emosi dan perasaan anda sangat dipengaruhi oleh keadaan isi hati Anda. Ketika hati anda diisi penuh dengan kebencian, maka perkataan, tindakan, dan sikap anda akan bermuatan emosi kebencian. Itulah sebabnya Alkitab memperingatkan untuk selalu menjaga hati Anda dengan sangat waspada. Melalui cerita diatas saya percaya sekali bahwa sebagai pendetapun dia tidak mempunyai muatan hati yang baik. Sehingga dia tidak perduli pada keadaan orang lain.

Ilustrasi : ada penelitian yang dilakukan terhadap 2 orang kembar identik yang memiliki perilaku, selera, dan pola pikir yang sangat mirip. Penelitian ini dilakukan dengan aktivitas otaknya. Sebut saja Jane dan Fonda. Pada kondisi normal, keduanya berperilaku sangat mirip dan bisa dibilang memiliki selera yang sama, hampir di semua hal. Para peneliti meyakini, bahwa perilaku dan selera mereka bisa diubah dengan memberikan berapa “peristiwa” tertentu. Untuk membuktikan itu, Jane dan Fonda dipisahkan. Jane diperdengarkan lagu riang dan ceria dengan lirik yang positive, sedangkan Fonda diperdengarkan lagu dengan nuansa sedih dan tenang. Jane diperlihatkan sebuah film komedi, dan Fonda diberikan film drama yang memiliki cerita sedih. Jane membaca buku yang berkalimat positive, sedangkan Fonda membaca buku yang berkalimat negative.

Kesimpulannya : Ternyata, ketika manusia menerima rangsangan positif : musik riang, melihat kejadian menyenangkan, membacan kata-kata positive, maka otak manusia akan memproduksi hormon serotonin. Hormon inilah yang berperan untuk memberikan perasan senang dan nyaman. Semakin banyak hormon ini diproduksi, seseorang akan menjadi lebih positif, dan lebih toleran terhadap hal negative yang menimpa dia.

Bagaimanakah kita dapat menjaga hati kita? dengan menjaga apa yang masuk ke dalam otak kita, apa yang masuk ke dalam pikiran kita, itulah yang mempengaruhi isi hati kita. Mulailah dengan memasukan sesuatu yang positif dan sesuai dengan Firman Tuhan ke dalam pikiran Anda. Misalkan dengan mendengarkan jenis-jenis musik yang riang dan berisi lirik yang positif, cobalah memperbanyak kata-kata positif yang masuk ke dalam otak kita, atau kita bisa baca buku rohani yang sudah banyak tersedia di toko buku rohani.

Marilah kita lebih bijaksana lagi dalam memilih apa yang masuk ke dalam pikiran kita, apakah sampah yang masuk atau hal-hal yang positif.


  1. Ekspresi
Markus 14:33-35 - Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Ia sangat takut dan gentar, lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah." Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya.

Menyadari dan menerima emosi kita adalah salah satu hal yang sangat penting. Banyak orang berusaha mengingkari dan menyembunyikan emosi mereka. Ada orang yang merasa malu bila menangis, ada orang yang memendam kemarahan dan juga ada mengingkari bahwa ia sedang sedih. Menyembunyikan perasaan kita yang sesungguhnya adalah bukan tindakan yang baik, seharusnya yang kita lakukan adalah mengekspresikan perasaan kita yang sesungguhnya.

Disini kita butuh komunitas yang bisa saling memahami dan mengarahkan kita. Kita membutuhkan mereka untuk mencurahkan hati kita dan mengekspresikan perasaan kita. Karena itu biasakanlah untuk menceritakan perasaan anda kepada orang yang tepat. Tidak semua teman kita dapat kita ceritakan perasaan kita, pilihlah sahabat yang dapat dipercaya, tentunya yang mempunyai hubungan yang intim dengan Tuhan Yesus.

Pendeta yang saya ceritakan di awal tadi, seharusnya dia dapat berkomunitas, sehingga dia dapat mendapat nasihat dan wejangan dari sahabat-sahabatnya, seperti yang dilakukan Yesus adalah berdoa dan bercerita kepada BapaNya. Dan kita dapat meneladani Yesus yang sedang mengekspresikan perasaannya.

Tidak ada yang salah dengan tangisan, kemarahan, ketakutan dan kekhawatiran kita, yang salah adalah apabila hal itu menguasai kita.


  1. Tuan dan Budak
1 Samuel 18:8-11 - Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: "Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya." Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud.

Salah satu kesalahan Saul adalah, dia membiarkan emosinya mengambil alih kendali dan menjadi tuan atas semua keputusan dan tindakannya. Sebagai anak Tuhan kita harus dapat mengendalikan emosi kita. Karena itu adalah satu tuntutan kita sebagai anak Tuhan yaitu salah satu buah-buah roh yang disebutkan dalam Alkitab.
         
Dalam keadaan normal, tidak ada satu manusiapun yang punya niatan untuk membunuh dan menyakiti orang lain. Mereka hanya akan melakukannya bila ada dorongan kuat yang “memaksa” dan mengambil alih, yaitu emosi. Seharusnya kita dapat berlatih untuk dapat mengendalikan emosi kita. Sehingga kita tidak menyakiti orang lain seperti cerita pendeta diatas yang menyerempet seorang ibu tua, bahkan dengan egoisnya memacu motornya untuk meninggalkan tanggung jawab atas dari perbuatan yang dilakukannya.

Emosi bisa menjadi budak yang baik, atau Tuan yang jahat. Bila kita tidak bisa mengendalikannya, kita akan menyesal dikemudian hari.


Saya simpulkan, bahwa sebagai manusia yang masih hidup dalam daging, tentu sangat sulit untuk menumbuhkan kecerdasan emosi kita. Terlebih lagi, bila hal itu sudah menjadi kebiasaan, dan kebiasaan itu sudah menjadi karakter kita. 

Tetapi orang yang ingin maju dan ingin berubah dari cara hidup yang lama, pasti ingin menumbuhkan kecerdasan emosinya. Dari sekian banyak cara, kita bisa memulainya dengan 3 cara yang saya simpulkan, yaitu dengan cara :
  1. Memfilter apa yang masuk ke dalam pikiran kita, apakah hal positive atau sampah.
  2. Ikut dalam satu komunitas yang sehat, dan bisa saling mengingatkan, menegur, juga saling membangun.
  3. Kendalikan atau kuasai emosi kita yang meluap-luap.


--==(Tuhan Yesus Memberkati)==--




1 comment:

Anonymous said...

Terima kasih untuk penjelasannya. Sangat memberkati.
saya sedang membaca buku yang ditulis oleh Daniel Goleman, dengan judul "Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Prestasi". Saya secara pribadi mulai sadar bahwa ini hal yang saya abaikan selama ini. Saya orang yang cukup Vokal di tempat di mana saya bekerja. Sekarang ini saya mulai sadar apa yang selama ini menghalangi prestasi saya. Puji Tuhan ini jawabannya yang membuat saya yakin.

Dengan membaca postingan anda (yang secara tidak sengaja, namun saya sadari itu bukan suatu kebetulan karena Tuhan tahu isi hati saya yang mau beruba) saya sangat merasa terberkati.
Tuhan berkati