Welcome....

Selamat datang teman-teman. Saya Paulus yang biasa dipanggil PaO. Saya rindu sekali untuk membuat artikel. Disinilah saya menuangkan semua hasil pemikiran. Saya beri judul pada Blog ini, Reflection Results. Ini semua hasil pemikiran, ide, refleksi dari saya sendiri. Apabila ada kata-kata atau kalimat dari orang lain, saya berikan footnote atau resensi tulisan. Saya yakin anda mendapat pelajaran yang baik pada saat anda membacanya. Bila teman-teman sedang ada waktu, boleh sekalian dikasih komentarnya dalam setiap artikel yang dibaca. Bila ada yang tidak setuju juga tidak masalah :D all praise to Jesus! praise for ever!!

Selamat Membaca. Tuhan Yesus Kristus Memberkati.

Penulis : Pdp. Paulus Igunata Sutedjo, M.Th.

Labels

Tuesday, July 15, 2014

Evaluasi Diri - Mazmur 90:1-11

Seorang bocah laki-laki masuk ke dalam sebuah toko. Ia mengambil peti minuman dan mendorongnya ke dekat telepon umum koin. Lalu ia naik ke atasnya, sehingga ia bisa menekan tombol angka di telepon dengan leluasa. Ditekannya tujuh digit angka. Si pemilik toko memerhatikan tingkah bocah ini dan menguping percakapan teleponnya. Bocah itu berkata, "Selamat siang Bu, bisakah saya mendapatkan pekerjaan memotong rumput di halaman rumah Ibu?" Ibu di ujung telepon sebelah sana berkata, "Maaf, saya sudah punya orang kepercayaan untuk mengerjakannya." Bocah laki-laki ini tetap berusaha, "Ibu bisa bayar saya setengah upah dari orang itu." Dengan tersenyum ibu itu berkata, "Terima kasih, tetapi saya sudah sangat puas dengan hasil kerja orang itu." Dengan sedikit memaksa bocah ini berkata, "Saya juga akan menyapu pinggiran trotoar Ibu dan saya jamin di hari Minggu nanti, halaman rumah Ibu akan jadi halaman yang tercantik di antara rumah-rumah yang berada di kompleks perumahan Ibu." Ibu itu akhirnya menjelaskan, "Sekali lagi terima kasih Nak, Anda tidak perlu repot-repot, karena sudah ada orang kepercayaan saya yang mengerjakannya. Dia sudah membuat halaman rumah saya sangat indah. Ia tidak hanya memotong rumput liar, tetapi ia juga menghias rumput tersebut dengan bunga-bunga. Bahkan, tetangga di sebelah saya memuji halaman rumah saya. Saya sudah sangat puas dengan hasil pekerjaan orang kepercayaan saya!" Dengan senyuman di wajahnya, bocah laki-laki itu menaruh kembali gagang telepon. Si pemilik toko yang dari tadi mendengarkan, menghampiri bocah itu. Pemilik toko itu berkata,  "Nak, aku suka dengan sikapmu, semangat positifmu, dan aku ingin menawarkanmu pekerjaan, karena kelihatannya kamu sangat menginginkan pekerjaan." Bocah laki-laki itu tersenyum dan berkata, "Tidak, terimakasih. Tadi saya hanya ingin mengevaluasi, apakah pekerjaan saya sudah bagus atau belum. Sebenarnya, saya adalah orang kepercayaan Ibu tadi."

Seperti bocah laki-laki itu, sebaiknyalah kita mengevaluasi diri untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Kita dapat mengevaluasi diri dalam hal apapun, hanya dengan bertanya kepada orang-orang di sekitar kita. Kita juga dapat mengevalusi dengan menilai diri kita sendiri, tentunya dibutuhkan kejujuran bila ingin mengevaluasi diri sendiri! Alangkah baiknya jika kita dapat mengevaluasi diri pada pagi hari sebelum melakukan aktifitas sehari-hari, tentang apa yang kita sudah kerjakan pada hari kemarin untuk memastikan kualitas hidup yang lebih baik pada hari ini! Ayat yang sudah kita baca menjelaskan, bahwa kehidupan kita sebagai manusia di bumi ini sangat singkat. Umur kita pun juga terbatas. Untuk itu, sangat penting untuk mengevaluasi diri, sehingga kita dapat memanfaatkan waktu dengan baik di setiap harinya. Jangan pernah menyia-nyiakan satu hari, karena kita dapat hidup di hari ini pun adalah karena anugerah dari Tuhan. 

Mengevaluasi diri bukan tanda dari kelemahan seseorang, 
tetapi tanda kekuatan seseorang!

Thursday, June 12, 2014

Doa Sebagai Alibi - Yakobus 2:14-26

Sebuah keluarga petani baru saja mendapatkan informasi bahwa gerombolan teroris sedang bersiap-siap menyerbu desa mereka pada malam itu. Mereka ketakutan membayangkan apa yang akan terjadi, tetapi mereka merasa tidak berdaya untuk menolong warga desa. Gerombolan teroris itu telah menebar ancaman dan memaksa siapa pun untuk bungkam. Dalam ketakutan yang mencekam, sang petani mengajak keluarganya untuk berdoa, "Tuhan, kami tidak dapat berbuat apa-apa, hanya Tuhan yang dapat menolong, kami hanya dapat berdoa." Pada saat itu, anak perempuannya menyelinap keluar. Ia berlari untuk membangunkan seluruh penduduk desa setempat dan memperingatkan mereka. Ketika ia berlari pulang, gerombolan teroris itu pun datang. Tidak segan gerombolan tersebut menembak gadis kecil ini, dan langsung roboh seketika. Namun semua penduduk berhasil mengungsi, dan mereka semua selamat karena gadis kecil itu.

Apabila kita di posisi keluarga petani itu, kita akan mengerti situasi kondisinya. Seakan-akan tidak ada jalan bagi mereka kecuali berdoa. Kita dapat mengerti bagaimana terjepitnya keadaan mereka. Bahkan, mereka menyempatkan diri untuk berdoa pada saat keadaan sedang tegang. Sepertinya mereka mempunyai nilai lebih dalam hal ini, yaitu tidak panik di dalam menghadapi masalah. Namun bila kita renungkan, justru doa mereka hanya sebagai alibi! Memang keadaan mereka terlihat sepertinya tidak memungkinkan untuk menolong seluruh penduduk desa, karena nyawa mereka juga terancam. Namun sebenarnya, mereka menyerah karena keadaan, bukan berserah kepada Tuhan. Mereka lebih memilih berdoa, ketimbang berbuat sesuatu. Doa terlalu cepat dijadikan jalan terakhir dalam menghadapi suatu persoalan. 

Acap kali, pada saat masalah bertubi-tubi menerpa, kita langsung berdoa, seakan-akan berserah penuh kepada Tuhan, tetapi tidak melakukan apa-apa. Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita, apa gunanya orang yang memiliki iman tetapi tidak bertindak? Apakah iman seperti itu akan menyelamatkan kita dari suatu masalah? Abraham disebut bapak orang beriman karena perbuatan-perbuatannya. Jadi, iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati, kosong, tidak ada guna! Berdoa kepada Tuhan atas masalah yang terjadi dalam hidup kita, tetapi tidak berbuat sesuatu, itu sama saja dengan menyerah! Ketika semua keluarga petani itu berdoa dengan berkata, "Kami tidak dapat berbuat apa-apa," seorang gadis kecil berpikir, "Apakah betul kita tidak bisa berbuat apa-apa?" Untuk itulah, ia melakukan suatu tindakan, yang akhirnya dapat menyelamatkan seluruh penduduk desa. Gadis itu tidak berhenti berdoa, ia tetap berdoa, namun ia melanjutkan doanya dalam bentuk tindakan! 

Berdoa tanpa tindakan hasilnya adalah sia-sia, begitu pula dengan tindakan tanpa doa, hasilnya juga sia-sia. Mari kita belajar keseimbangan hidup di dalam berdoa dan bertindak, sehingga doa kita tidak hanya sekadar sebagai alibi karena kemalasan kita untuk bertindak. 

Berdoa tanpa tindakan sama dengan menyerah. 
Berdoa dengan tindakan sama dengan berserah kepada Tuhan.




Sumber:
1. Wisdom Of God.
2. Renungan Harian Manna Sorgawi Kamis, 25 Februari 2014

Wednesday, June 11, 2014

Think Twice! - Pengkhotbah 12:1

Bagi orang percaya, nama Salomo sudah tidak asing lagi di telinga. Dia adalah Raja Israel yang berkuasa, persediaan makanannya lebih dari cukup, memiliki hikmat yang luar biasa, menggubah tiga ribu amsal, kaya, penulis sebagian dari Kitab Mazmur, penulis Kitab Amsal, Kitab Kidung Agung, dan Kitab Pengkhotbah. Ia juga mendirikan Bait Suci, memiliki tujuh ratus istri dan tiga ratus gundik. Melihat prestasinya, tentu banyak hal yang dapat dipelajari dari Raja Salomo. Kali ini kita belajar dari Raja Salomo di masa tuanya. Kitab Pengkhotbah adalah kitab yang ditulis oleh Raja Salomo di usianya yang sudah lanjut. Dalam kitab ini banyak sekali kata-kata ungkapan penyesalan dari seorang Raja Salomo karena perbuatan di masa mudanya. Ungkapan tersebut antara lain adalah "segala sesuatu adalah sia-sia", "segala sesuatu menjemukan", dan "usaha yang dilakukannya adalah usaha menjaring angin".   

Kenapa Salomo sampai bisa berkata seperti itu? Bukankah ia seorang raja yang punya segalanya? Di dalam Pkh 12:1 dikatakan, "Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!" Salomo menyesal di dalam hidupnya, karena ia tidak berpegang pada perintah Tuhan di masa mudanya. Seandainya Salomo berpikir dua kali atau think twice dan mengingat kepada Sang Pencipta, dia tidak akan menyesali masa mudanya. 

Banyak hal yang akhirnya kita sesali karena kita tidak berpikir jauh ke depan pada saat melakukan sesuatu. Padahal, berpikir dua kali tidak memerlukan waktu yang lama, paling hanya membutuhkan beberapa detik. Waktu kita mengalami suatu kejadian, kita harus memikirkan tindakan kita, kira-kira apa akibat yang akan terjadi apabila kita melakukan tindakan itu dan pikirkanlah, apakah Tuhan berkenan atas tindakan kita? Misalkan, apabila kita sedang mengendarai mobil, lalu diserempet mobil lain, respons pertama kita tentu akan marah. Dan rasanya ingin turun dari mobil, lalu langsung menghajar orang yang menyerempet mobil kita. Tetapi dengan berpikir dua kali, yang hanya membutuhkan beberapa detik, maka kita dapat berpikir jauh ke depan. Seandainya kita memukulnya, lalu apa yang akan kita dapatkan? Tentu hanya kepuasan sementara. Dengan berpikir dua kali, kita akan menyadari betapa bodohnya apabila kita melakukan hal tersebut, karena tindakan tersebut akan merugikan diri kita sendiri pada akhirnya nanti. Untuk itu, sangat penting untuk think twice.

Berpikir dua kali hanya menghabiskan beberapa detik dari 86.400 detik yang tersedia setiap hari, tetapi mempunyai kekuatan yang luar biasa apabila kita menggunakannya dengan baik. Seandainya Salomo sudah belajar tentang hal ini, ia tidak perlu bertobat di usianya yang sudah tua. Ia dapat melakukannya di usianya yang masih muda! Kita beruntung dapat belajar hal ini sekarang, sehingga kita tidak perlu menyesal di kemudian hari. Berpikirlah dua kali!

Bertindak tanpa berpikir dua kali 
akan membuat hidup kita penuh penyesalan.





Sumber:
1. Wisdom Of God.
2. Renungan Harian Manna Sorgawi Senin, 24 Februari 2014

Tuesday, April 22, 2014

Sukses Menjadi Orang Gagal - 1 Raja-Raja 11:43; 12:1-8


Pernahkah Anda mendengar kalimat seperti ini, "Nah, kan! Kejadian juga. Saya sudah nasihati sebelumnya, tetapi kamu mengabaikannya!" Biasanya kalimat seperti ini muncul ketika orang tua menasihati anaknya yang mengalami suatu kejadian yang tidak mengenakkan. Tetapi, tidak jarang perkataan tersebut juga dikatakan kepada orang dewasa yang dinasihati oleh teman atau atasannya. Mungkin tadinya, orang yang dinasihati tersebut berpikir bahwa dia yang paling tahu akan segalanya, sehingga tidak membutuhkan bantuan atau nasihat dari orang lain.

Itulah yang dialami oleh Rehabeam. Ia menggantikan posisi ayahnya sebagai raja bangsa Israel, setelah Salomo dimakamkan di kota Daud. Rakyatnya menginginkan keringanan tanggungan yang dibebankan kepada mereka selama masa pemerintahan Salomo, raja sebelumnya, yang sekaligus adalah ayah dari Rehabeam sendiri. Memang Rehabeam meminta nasihat kepada para tua-tua bangsa yang biasa mendampingi Salomo semasa hidupnya. Namun, setelah ia menerima nasihat tersebut, ia mengabaikannya. Ia bersikap tak acuh terhadap tua-tua bangsa yang pernah mendampingi Salomo. 

Rehabeam mengabaikan nasihat para tua-tua bangsa itu. Rehabeam seharusnya tahu bahwa tua-tua bangsa yang biasa mendampingi Salomo itu adalah orang-orang yang berpengalaman dan bijak. Mereka tahu persis pekerjaan berat yang telah ditanggungkan kepada rakyat selama masa pemerintahan Salomo. Namun, amat disayangkan karena Rehabeam lebih memilih mendengarkan nasihat orang-orang muda sebayanya, yang tidak dapat memahami penderitaan rakyat. Akhirnya, kerajaan Israel pun pecah menjadi dua kerajaan, yaitu: Kerajaan Selatan (Yehuda) dan Kerajaan Utara (Israel). Rehabeam sukses menjadi orang yang gagal dalam masa pemerintahannya karena tindakannya yang mengabaikan nasihat orang-orang yang lebih berpengalaman.

Ada beberapa orang yang berpikir, bahwa nasihat akan membatasi kesenangan hidupnya. Sehingga, tidak sedikit orang yang akhirnya mengabaikan nasihat dari orang-orang yang lebih berpengalaman, lebih jernih di dalam melihat masalah, atau lebih bijak di dalam membuat keputusan. Mereka merasa seperti orang yang sudah tahu segalanya, sehingga pendapat dan nasihat orang-orang ini tidak didengarkan, karena tidak masuk hitungan bagi mereka. Tidak jarang pula, penderitaan atau petaka akhirnya terjadi di dalam hidup mereka. Memang penyesalan hidup selalu datang terlambat. Kira-kira, itulah yang dialami oleh orang yang selalu mengabaikan nasihat yang baik seperti halnya Rehabeam. 

Bila Anda ingin sukses menjadi orang yang gagal, abaikanlah setiap nasihat yang diberikan kepada Anda! Ikutilah nasihat yang hanya mengedepankan kedagingan dan keinginan Anda semata!


Orang yang mengabaikan nasihat, 
sama dengan orang yang sukses menjadi orang yang gagal.



Sumber: 
1. Wisdom Of God.
2. Renungan Harian Manna Sorgawi Kamis, 23 Januari 2014

Thursday, April 3, 2014

Modal Yang Terpendam - Amsal 22:29; Keluaran 4:10-13

Charles Proteus Steinmetz adalah seorang ahli matematika dan insinyur listrik. Ia merancang generator-generator yang menghidupkan jalur-jalur produksi di General Electric, perusahaan milik Henry Ford di Dearborn, Michigan. Beberapa waktu setelah Charles Steinmetz pensiun, generator-generator itu mati, sehingga seluruh pabrik itu berhenti. Insinyur-insinyur GE tidak dapat menemukan masalahnya, jadi Ford menelepon teman lamanya Steinmetz. Steinmetz mengotak-atik meteran, menaik-turunkan tuas, mencoba tombol-tombol, menandai dengan kapur dan setelah beberapa jam menggerak-gerakkan saklar utama. Motor-motor mulai berjalan, dan mesin produksi tersebut kembali normal. Ford sangat senang atas kerja dari Steinmetz. Beberapa hari kemudian, Ford menerima tagihan dari Steinmetz sebesar $10.000. Ford menganggap tagihan ini terlalu besar dan ia menulis surat kepada temannya, “Charles, rasanya terlalu mahal tagihan sebesar $10.000 ini untuk orang yang hanya sebentar mengotak-atik beberapa motor.” Steinmetz menulis tagihan baru dan mengembalikannya kepada Tuan Ford, “Henry, untuk mengotak-atik motor, $1; untuk mengetahui apa yang harus diotak-atik, $9.999.” 

Akhirnya Ford membayar tagihan tersebut. Apa yang tidak dimiliki oleh para insinyur GE, ternyata dimiliki oleh Steinmetz. Ford tidak memiliki insinyur listrik yang setara kecakapannya dengan Steinmetz, sehingga Ford harus memanggil kembali Steinmetz. Pada dasarnya, setiap manusia dilahirkan dengan berbagai macam kemampuan atau kelebihan. Kemampuan itu seringkali diartikan sebagai bakat yang menjadi modal bagi kita untuk menjalani hidup di dunia ini. Sayangnya, masih banyak orang yang belum mengetahui bakatnya, bahkan hingga tua pun ia belum mengetahui bakatnya. Itu sebabnya tidak heran jika ia tidak mengembangkan bakatnya dengan sebaik-baiknya karena ia tidak tahu bakatnya.

Pada saat Tuhan memerintahkan Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, ia merasa tidak mampu. Ia merasa dirinya tidak pandai bicara dan tidak pantas diutus. Padahal usia Musa pada saat itu sudah tergolong dewasa. Seringkali kita seperti Musa, kita sudah takut terlebih dahulu akan tugas yang diberikan kepada kita, sehingga bakat kita tidak tertantang untuk berkembang dan kita membuat batasan kepada diri sendiri dengan berkata "Aku tidak mampu!" Jadi yang membuat kita tidak mampu, tidak berkembang, sehingga bakat alami kita menjadi terpendam sebenarnya adalah diri kita sendiri.

Sejarah selalu mengajarkan kepada kita, bahwa orang-orang yang mau mengembangkan bakatnya akan selalu dikenang dan dibayar mahal seperti halnya Steinmetz. Bakat atau modal yang sejak lahir kita miliki akan terkubur percuma, bila kita tidak pernah mau berusaha untuk mengembangkannya. Untuk itu, mari kita bijak melihat, apa yang menjadi bakat kita dan sungguh-sungguh mempunyai kerinduan untuk mengembangkannya.


Terkadang alasan "aku tidak mampu" bersumber dari kemalasan seseorang.


Sumber: 
1. Wisdom Of God
2. Renungan Harian Manna Sorgawi Rabu, 22 Januari 2014