Dinda lahir dari keluarga broken home. Orang tua Dinda menikah saat usianya masih muda. Tepatnya, tamat dari Sekolah Menengah Pertama, orang tuanya langsung menikah. Karena usianya yang masih muda, Ayah Dinda tidak dapat diandalkan untuk menjadi seorang kepala keluarga. Dia tidak bertanggung jawab dan hanya mengandalkan keluarga dari istrinya. Sampai satu titik, Ayah Dinda tiba-tiba meninggalkan keluarganya dan pergi ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh seluruh anggota keluarganya. Ternyata ada informasi dari orang lain, bahwa Ayah Dinda telah membuka usaha mandiri. Namun usaha itu tidak dapat bertahan lama, sampai akhirnya Ayah Dinda bangkrut. Setelah kejadian itu, ia pulang ke rumah keluarganya. Istrinya kesal dengan perbuatannya itu. Tidak kunjung jera, Ayah Dinda akhirnya pergi lagi ke suatu daerah. Saat itu, ia bercocok tanam kentang. Ia membuka usaha mandiri kembali. Namun kali ini lebih sukses, tetapi kesuksesannya membuat dirinya menjadi sombong. Sehingga ia sudah merasa mampu membiayai keluarga, jadi dengan seenaknya ia pulang dan pergi berulang kali tanpa izin dari istrinya. Saat itu Dinda kelas 6 SD. Perbuatan ayahnya membuat Dinda, ibunya Dinda dan keluarga besarnya marah besar. Mereka sangat kesal! Terlebih lagi dengan Dinda. Ia tidak hanya kesal, tetapi ia juga membenci ayahnya sampai kepahitan, serta ingin membunuh ayah kandungnya sendiri. Seluruh keluarga pun mendukung usaha Dinda untuk membunuh ayahnya, namun nenek dari ibunya Dinda saja yang tidak mengizinkannya.
Neneknya ini menasihati Dinda, bahwa bagaimanapun juga, dia adalah ayah kandungnya. Setelah beberapa kali dinasihati, akhirnya Dinda sadar, bahwa sikap terhadap ayahnya selama ini salah. Setelah itu Dinda menyerahkan masalahnya kepada Tuhan. Ia berpuasa, berdoa dan berusaha untuk mengampuni ayahnya. Sedikit demi sedikit pengampunan pun dapat diberikan pada ayahnya. Bahkan Dinda berusaha menyatukan ayahnya dan ibunya yang sering kali bertengkar. Saat itu, Dinda sedang melanjutkan sekolahnya ke Jakarta. Sehingga ia harus berhubungan jarak jauh dengan orang tuanya. Namun Dinda tidak menyerah! Ia tetap berusaha. Pemulihan dalam keluarganya sedikit demi sedikit terjadi. Lucunya, ayah dan ibunya suka mencurahkan isi hati mereka kepada Dinda yang ada di Jakarta via telepon dan sms. Jadi, Dinda menasihati orang tuanya untuk berpacaran kembali, sehingga mereka tidak bertengkar terus-menerus. Ternyata nasihat itu dilakukan oleh orang tuanya. Dan mereka sudah jarang bertengkar. Ini semua karena hasil dari puasa, doa dan usaha Dinda.
Terkadang dalam mendoakan suatu masalah kita mudah menyerah, hal ini mungkin terjadi karena kita tidak sungguh-sungguh. Seharusnya kita dapat belajar lewat pengalaman hidup Dinda yang mendoakan keluarganya. Ia tidak sekadar mendoakan, namun ia juga berpuasa dan berusaha! Sehingga Tuhan turut campur tangan atas masalah yang sedang dihadapinya.
Berdoa tanpa usaha sama dengan ingin kenyang, tetapi tidak mau makan.
Sumber:
1. Wisdom Of God.
2. Renungan Harian Manna Sorgawi Rabu, 30 April 2014
No comments:
Post a Comment